Scale Up vs Quantum Leap (2)

Oleh: Ahmad Sadat

Asiavesta Capital adalah investment holding yang berinvestasi pada usaha kecil/menengah yang sudah mapan, memiliki bisnis yang kuat dan unik, potensi pertumbuhan jangka panjang yang besar, dan ingin bertransformasi menjadi korporasi dengan cara anorganik.

Kami akan menjadi strategic partner/pemegang saham yang membantu restrukturisasi perusahaan secara holistik sehingga siap untuk menjadi korporasi menengah/besar dan/atau go public dalam waktu 2 hingga 5 tahun.

Ini lanjutan dari tulisan sebelumnya https://amsadat.blog/2021/10/14/scale-up-vs-quantum-leap-1/. Saya akan menjelaskan lebih lanjut Misi Asiavesta Capital dan contoh penerapannya di IDeA Indonesia, salah satu investee andalan Asiavesta Capital.

Kami akan menjadi strategic partner/pemegang saham…

Kami investor. Bukan konsultan, mentor, coach, apalagi makelar. Karena itu kami akan selektif sekali memilih investee kami. Karena bila sudah memutuskan berinvestasi maka kami akan all out, sama seperti founder. Tentu saja bagi investee, kami bisa sekaligus menjadi konsultan, mentor atau coach.

Tapi sebelum itu terjadi, bisa jadi kami akan habiskan waktu banyak dan lama untuk mengenal investee. Lalu melakukan penjajakan. Kalau cocok baru kita melakukan due diligence. Ini pun akan makan waktu lama karena kami akan memastikan dan mengkonfirmasi banyak hal. Bisa jadi ujungnya adalah kita gak jadi masuk karena kita tidak confident atau sebab lain, ketidakcocokan misalnya.

Bila due diligence berjalan lancar dan kami putuskan lanjut maka kami akan menyusun term sheet atau proposal rencana merger/akuisisi dengan berbagai alternatifnya, dan yang terpenting adalah tujuan dan roadmap yang akan dijalani. Belum tentu juga bisa disepakati. Dan tidak berlanjut.

Di IDeA Indonesia kami menempatkan direktur keuangan yang membantu founder mengelola perusahaan sehari-hari. Juga terlibat dalam banyak pengambilan keputusan strategis. Juga memanfaatkan sumber daya yang kami miliki, termasuk tapi tidak terbatas pada fasilitas/sinergi antar anak usaha, konsultan, partner, network/jaringan dan sebagainya, sesuai kebutuhan.

yang membantu restrukturisasi perusahaan secara holistik…

Sebelumnya, IDEA masih berupa usaha perorangan. Kemudian kami masui dan membenahi banyak hal administratif, legal dan keuangan. Kami mendirikan beberapa PT sesuai bidang usaha dan mengatur strukturnya. Mengatur setoran modal. Membenahi perpajakan perusahaan dan pribadi. Legalitas dan perijinan juga diperbaiki. Semua dibuat sinkron. Jangan sampai perusahaannya jadi besar tapi menyisakan masalah pajak.

Ini yang disebut dengan perbaikan secara holistik. Dan wajib dilakukan. Karena kita menargetkan perusahaan harus bisa IPO sesuai jadwal yang kita rencanakan. Jadi pada dasarnya perusahaan kita benahi dengan standar IPO sejak hari pertama. Ribet. Tapi sekali kerja. Itupun pada saat pre-IPO dan due diligence oleh otoritas masih saja ditemukan beberapa hal yang tetap harus dibenahi ulang.

sehingga siap untuk menjadi korporasi menengah/besar dan/atau go public dalam waktu 2 hingga 5 tahun.

Kenapa harus IPO? Ini adalah pertanyaan yang lazim diajukan. Jawabannya adalah karena kita ingin membesarkan perusahaan sebagai korporasi, dengan standar internasional. Jadi IPO bukan tujuan, tapi pada dasarnya standar yang kita gunakan. Dan belum tentu ujungnya adalah go public, bisa jadi kita akan mendapatkan strategic investor dari luar negeri, misalnya. Di luar IPO.

Emang seberapa sulit IPO itu?

Sebagai gambaran, pada saat mengurus kredit bank sebesar 30-an milyar di IDeA, kami membutuhkan waktu sekitar 1 bulan untuk disetujui. Dan asal tahu saja, waktu akad kredit dan pencairan, sertifikat yang kita jaminkan masih belum selesai, alias masih dalam proses. Jadi bank hanya memegang cover note dari notaris bahwa sertifikat sedang diurus di BPN. Tapi kredit bisa cair berkat kepercayaan bank kepada Asiavesta Capital. Dan tentu saja terhadap prospek IDeA.

Alhamdulillah untuk pinjaman bank secara komersil kami sudah sangat berpengalaman dan memiliki banyak koneksi. Proses pun cukup cepat dan mudah. Kami bahkan sudah terbiasa memproses, menggunakan dan melunasi kredit senilai ratusan milyar. Alhamdulillah reputasi kami cukup terjaga di perbankan.

Saat kami mau IPO, persiapan kami lakukan sejak bulan Oktober 2020. Pendaftaran ke otoritas (BEI dan OJK) di bulan Februari 2021. Akhirnya kita berhasil melantai di bursa bulan September. Hampir setahun waktu kita mempersiapkan diri dan menjalani due diligence oleh  OJK dan BEI. Tahu berapa jumlah uang yang kita dapat? 30 Milyar. Sama saja dengan kredit yang bisa kita urus dalam 1 bulan.

Kredit bank bisa kita dapatkan dengan cukup hanya membayar  provisi di bawah 1%, namun untuk go public kita mengeluarkan biaya sampai sekitar 10% dari nilai emisi. Dengan perbandingan waktu 1 bulan dan 1 tahun, serta sangat menyita waktu, energi,  pikiran dan emosi.

Jadi kalau kalau sekedar fundraising atau mendapatkan dana, IPO akan sangat mahal. Bisa jadi tidak sepadan. Tapi ternyata bahkan saat proses IPO dan sebelum kita resmi listing, kita telah merasakan manfaat yang luar biasa:

  1. Standar perusahaan kita sudah fully compliant baik secara legal maupun keuangan. Bukan hanya diakui di level nasional tapi di level internasional, yang artinya mau investor asing masuk pun kita siap. Kita bahkan sudah siap-siap menjadi perusahaan pelatihan di bidang hospitality pertama yang mendapat sertifikasi ISO. IDEA bahkan menetapkan visi barunya sebagai World Class Hospitality Company. Dan ini bukan sekedar slogan atau gaya-gayaan. Beneran world class!
  2. Dengan menyandang status Tbk (padahal belum resmi listing sekalipun), kami sudah mendapat banyak sekali tawaran kerja sama dari perusahaan-perusahaan besar. Beberapa dari klien lama. Tapi tiba-tiba saja kami menjadi lebih “terlihat kinclong” dibanding sebelumnya, dan membuat mereka tertarik untuk meningkatkan hubungan sebagai partner yang sejajar, bukan sekedar supplier-customer.
  3. Dengan listing di bursa, IDeA berhasil “menguangkan” intangible asset. Aset yang selama ini tidak nampak di neraca seperti pengalaman, sumber daya manusia, sistem dan lain sebagainya sudah diakui secara resmi oleh pasar dalam bentuk agio saham, tepatnya dalam bentuk nilai pasar perusahaan yang jauh melebihi nilai setoran modalnya.

Banyak manfaat lain yang kami rasakan dengan IPO. Sekali lagi, IPO bukanlah tujuan. Masuk bursa bukan tujuan. Dapat investor strategis dari luar negeri juga bukan tujuan. Itu semua adalah jalan. Jalan untuk membesarkan perusahaan. Karena semakin besar perusahaan, akan semakin bisa memberikan manfaat. Bagi orang banyak. Bagi bangsa. Bagi negara. Bagi umat manusia. InsyaAllah.

Scale Up vs Quantum Leap (1)

Oleh: Ahmad Sadat

Asiavesta Capital adalah investment holding yang berinvestasi pada usaha kecil/menengah yang sudah mapan, memiliki bisnis yang kuat dan unik, potensi pertumbuhan dan impact yang besar, dan ingin bertransformasi menjadi korporasi dengan cara anorganik.

Kami akan menjadi strategic partner yang membantu restrukturisasi perusahaan secara holistik sehingga siap untuk menjadi korporasi menengah/besar dan/atau go public dalam waktu 2 hingga 5 tahun.

Di atas adalah misi Asiavesta Capital. Misi yang kami susun dan kami sempurnakan dalam 2 tahun terakhir. Dan yang terpenting, sudah mulai kami buktikan. Kalau belum terbukti saya juga belum tentu akan share di sini. Misi dan visi ini masih dalam proses penyempurnaan, terkait dengan proses rebranding Asiavesta Capital yang sedang kami lakukan. Bisa jadi akan ada beberapa penyesuaian, tapi secara esensi mestinya tidak ada ada perubahan signifikan.

Saya akan jelaskan artinya. Dan agar memudahkan pengertian, saya jelaskan juga contoh penerapannya di PT. IDeA Indonesia Akademi, Tbk (IDEA), perusahaan yang berkolaborasi dengan Asiavesta Capital sejak 2019, dan per September 2021 sudah menjadi perusahaan publik dengan menjual 20% sahamnya, menjadi anggota bursa ke-750, dan menjadi satu-satunya perusahaan pelatihan perhotelan dan pariwisata terintegrasi yang go public di Bursa Efek Indonesia (BEI) .

Waktu yang dibutuhkan sejak awal investasi kami di IDeA sampai IPO adalah 2 tahunan (2019-2021). Sebuah pencapaian yang membanggakan, dan merupakan bukti bahwa sinergi yang benar akan membawa hasil yang dahsyat.

Asiavesta Capital adalah investment holding yang berinvestasi pada usaha kecil/menengah yang sudah mapan,…

Kami adalah investor. Bukan konsultan, atau mentor/coach, atau makelar yang dibayar berdasar jasanya. Kami akan selektif sekali berinvestasi. Karena berinvestasi artinya selain menyetorkan uang, kami juga menginvestasikan waktu, tenaga, keahlian, network dan segala yang dibutuhkan untuk membesarkan investee. Untuk itu kami siap menjadi konsultan, coach atau mentor bagi investee.

Kami hanya berinvestasi pada bisnis yang sudah berada dan stabil di Level 2 (Baca definisi Level 2 di sini: https://amsadat.blog/2021/02/03/pengusaha-kecil-pengusaha-besar/). Kami tidak berinvestasi di startup atau perusahaan yang belum stabil bisnisnya.

Saya berpengalaman membesarkan usaha dari menengah sampai besar. Ada yang saya terlibat secara langsung dalam pengelolaan bisnisnya sebagai direktur dan berjalan secara organik, ada juga yang saya hanya menjadi strategic partner dan mengembangkan secara anorganik. Yang terakhir ini lebih saya sukai, dan saya terapkan di IDeA Indonesia dan beberapa investasi kami belakangan ini.

Kami tidak akan menguasai atau mengambil alih perusahaan, karena kami adalah investment holding, bukan operating holding. Jadi founder harus tetap menjadi pemegang saham mayoritas. Kami tetap membutuhkan founder untuk menjalankan usaha setelah kami bergabung. Founder harus tetap fokus untuk menjalankan operasional perusahaan dan kami fokus untuk membenahi administrasi, legal dan keuangan. Kita bersama mengatur strategi dan pengembangan jangka menengah dan panjang.

Saat saya bertemu mas Eko di Pesta Wirausaha TDA bulan Januari 2019, IDeA Indonesia sudah menjadi lembaga pelatihan perhotelan terbaik nasional. Dia meraih juara 2 di tahun 2017 dan di 2019 meraih juara 1.

Didirikan sejak 2009, IDeA telah melalui banyak sekali fase jatuh bangun. Seperti usaha yang dimulai dari nol pada umumnya, usaha ini juga mengalami fase hidup/mati Pengusaha Level 1. Sampai akhirnya ditemukan ceruk pasar dan model bisnis yang paling cocok, sejak 2015, dan mapan sebagai Pengusaha Level 2, hingga 2019.

IDeA Indonesia adalah contoh bisnis yang sudah mapan.

Apakah mungkin kami berinvestasi di Perusahaan Level 3 atau Level 4? Sangat mungkin. Ini juga sudah kami lakukan di RelifeAsia (PT. Graha Mitra Asia), perusahaan yang kami dirikan bersama dengan Relife Property Group. Tapi kami akan sangat selektif dengan model kolaborasi seperti ini, karena akan melibatkan investasi yang besar, memakan waktu yang lama dan membutuhkan strategi yang sedikit berbeda.

memiliki bisnis yang kuat dan unik, potensi pertumbuhan dan impact yang besar,…

Bisnis banyak. Yang bagus juga banyak. Tapi hanya ada beberapa yang cukup unik dan tidak mudah ditiru. Ada bisnis-bisnis yang entry barrier-nya rendah, artinya semua orang gampang sekali meniru, tapi ada bisnis-bisnis yang tidak mudah ditiru. Yang terakhir ini yang kami cari.

Bisa jadi karena keunikannya dia bertahan dan berkembang selama ini, dan yang terpenting, bisa jadi karena keunikannya itu akan membuat potensi pertumbuhannya masih akan sangat besar ke depannya dalam jangka panjang.

Intinya bisnis tersebut harus tetap bisa dikembangkan walaupun sudah dibesarkan nantinya. Karena ada juga bisnis yang bagus tapi tidak bisa dikembangkan menjadi korporasi, atau kalau dibesarkan, tidak bisa berkembang lagi.

Lembaga perlatihan perhotelan ada banyak. Ratusan di seluruh Indonesia. Tapi IDeA Indonesia memiliki keunikan tersendiri. Mulai dari kurikulumnya, caranya mendidik siswa-siswanya (pendidikan karakter ala pesantren), kedisiplinannya, yang sangat sulit ditiru oleh pesaing.

Oya satu lagi yang terpenting: Jaminan kerjanya. Semua lulusan IDeA dijamin bekerja. Bila tidak bekerja, uang kembali (syarat dan ketentuan berlaku). Kenapa bisa demikian? Salah satunya karena membludaknya peminat di IDeA. Dari 2500an pendaftar, hanya 900an yang diterima. Dengan seleksi sedemikian ketat, kurikulum dan pendidikan kepribadian dan karakter yang baik, bahkan perusahaan atau para pengguna jasa kita tidak perlu lagi repot melakukan seleksi karena sudah kita lakukan sejak awal. Dan itulah yang terjadi, mereka antri untuk mendapatkan lulusan IDeA.

Saat bertemu kami, mas Eko, founder IDeA Indonesia sedang membangun hotel. Dia mengumpulkan sedikit demi sedikit uang dari bisnisnya untuk membeli tanah dan membangun hotel impiannya. Cita-citanya adalah bisa memiliki hotel sendiri sehingga bisa melatih siswa-siswanya dengan langsung praktek di hotelnya. Cita-cita ini membuat IDeA Indonesia menjadi satu-satunya lembaga pelatihan perhotelan di Indonesia yang terintegrasi dengan Hotel sebagai Teaching Factory.

Itulah yang disebut high impact (kebermanfaatan yang besar). Bukan sekedar bisnis dan cari uang saja.

…, dan ingin bertransformasi menjadi korporasi

Ini yang paling penting: Pemiliknya ingin agar perusahaannya bisa berkembang menjadi korporasi. Tanpa ini, kita cuma akan berteman saja. Banyak teman saya pengusaha yang sebenarnya bisnisnya potensial, tapi dianya memang tidak ingin lebih besar lagi. Apakah salah? Tidak sama sekali.

Banyak pengusaha yang sudah merasa puas dengan berada di Level 2. Karena biasanya di level ini seseorang sudah cukup kaya, bahkan kaya raya.

Banyak juga yang memilih jalur berinvestasi atau membuat usaha baru. Memulai lagi dari awal, tapi kali ini dengan modal yang cukup besar. Sehingga seringkali Pengusaha Level 2 ini memiliki beberapa usaha yang tidak saling terkait.

Motivasi untuk naik ke Level berikutnya biasanya sudah bukan semata-mata kekayaan, tapi lebih dari itu. Kebermanfaatan yang berkesinambungan.

IDeA tanpa Asiavesta Capital pasti tetap akan bertahan dan tumbuh. Akan mampu membangun hotel sendiri, walaupun butuh waktu yang lama. Dan perlahan apa yang dicita-citakan akan tercapai. Karena IDeA sudah memiliki potensi itu. Tapi Mas Eko juga tahu bahwa ada cara untuk mempercepat cita-citanya. Untuk itulah dia menggandeng Asiavesta.

… dengan cara anorganik.

Dia sudah bermimpi untuk memiliki hotel sendiri yang akan menjadi teaching factory IDeA Indonesia sejak 2018, dan sejak 2019mulai mewujudkan mimpinya dengan membeli tanah, dan mulai membangun sedikit demi sedikit. Diperkirakan hotel yang menjadi impian besarnya ini akan selesai setelah 6-7 tahunan.

Namun dia tahu bahwa ada acara untuk mewujudkan visi besarnya dengan cara yang cepat. Yaitu melalui jalur anorganik. Untuk itu selama beberapa waktu terakhir dia mulai berkomunikasi dengan banyak pihak untuk menjajaki kolaborasi guna mempercepat terwujudnya mimpinya. Dengan cara anorganik, IDeA mewujudkan itu semua dalam waktu 2 tahun saja.

Pertumbuhan Organik bisa disebut Scale Up, dan Pertumbuhan Anorganik disebut Quantum Leap.

Artinya tidak dengan cara yang organik atau biasa. Anorganik artinya memacu pertumbuhan dengan melakukan peningkatan kapasitas semaksimal mungkin. Segera. Bisa melalui penambahan sarana produksi, maupun SDM dan sebagainya. Bisa jadi perlu penambahan modal, yang  bersumber dari modal sendiri ataupun pinjaman.

Cara ini – karena tidak organik – maka akan menimbulkan sedikit banyak guncangan di organisasi. Guncangannya bisa cukup besar atau tidak, tergantung kesiapan organisasinya. Bisa berupa gangguan akibat perlunya penyesuaian budaya akibat banyaknya orang yang baru bergabung, susahnya koordinasi akibat perkembangan organisasi yang cepat, ketidaksiapan SDM lama untuk menyesuaikan dengan kecepatan roda organisasi hingga turn over atau tingkat pergantian karyawan yang tinggi.

Pasa saat yang sama, kepemimpinan si owner diuji, dan diasah. Dia tidak lagi bisa memimpin dengan cara lama, karena kunci dari Level 3 adalah sistem. Sesuatu yang bisa jadi tidak diperlukan di level 2, karena biasanya sistem adalah si ownernya sendiri.

Ini juga terjadi di IDeA. Banyak sekali guncangan yang terjadi karena organisasi berkembang menjadi lebih dari 2 kali lipat dalam waktu 2 tahun. Demikian juga kapasitasnya. Tahun 2019 dan 2020 IDeA mencatatkan kenaikan sales lebih dari 100% dibanding tahun-tahun sebelumnya.

Ada beberapa orang yang cocok dengan perubahan ini, ada pula yang bergururan. Turn over cukup tinggi. Beberapa orang baru bergabung, ada yang cocok, ada yang tidak cocok. Ada yang bertahan, ada yang lari dari gelanggang. Formasi dan sistem beberapa kali diganti. Beberapa gagal. Beberapa berhasil. Tapi semakin lama organisasi semakin terlatih, di mana perubahan formasi tidak akan terlalu berpengaruh ke operasional perusahaan, karena yang semua operasional berdasarkan sistem dan prosedur. Bukan tergantung orang.

(Bersambung)

90/10

Oleh: Ahmad Sadat

Saking kagetnya, saya langsung lemas saat di tengah meeting mendapat kabar bahwa pemesanan saham perdana PT. Idea Indonesia Akademi, Tbk (IDEA) mengalami kelebihan pesanan atau oversubscribe hingga 62 kali. Ini terjadi di hari terakhir masa penawaran umum.

Tepatnya terdapat pemesanan sebesar Rp.  1.246.176.218.000 (1,2 triliyun) untuk  penjatahan pooling saham yang “hanya” 20 milyar rupiah saja, sehingga terjadi kelebihan pemesanan sebesar 62,31X. Tentu saja kami hanya berhak menerima sesuai penawaran di prospektus.

Oya uang sebesar 1,2T itu riil ya (bukan daun 😜), beneran disetor oleh calon pembeli saham perdana IDEA, sebagai syarat resmi pemesanan saham, dan akan diterima kembali oleh nasabah bila tidak mendapat jatah saham.

Sebegitu besarnya apresiasi dunia pasar modal terhadap saham IDEA sehingga terjadi pemesanan sebesar itu. And you know what? Kita gak pake strategi apapun buat jualan. Karena sebenarnya 100% saham kita baik yang melalui fixed allotment ataupun pooling sudah habis dipesan oleh stand by buyer, sebelum kita resmi melakukan penawaran umum.

Akhirnya semua rencana penjualan dan public expose kita batalkan karena barangnya sudah sold out. Dan manajemen IDEA sudah mulai fokus kerja. Kita mulai membicarakan rencana kerja ke depan, termasuk rencana kerja 2022, yang sempat sempat terganggu karena kami sibuk mempersiapkan IPO.

Bisa jadi benar seperti yang dikatakan: kebanyakan bisnis terutama UKM di Indonesia, yang jumlahnya 90% dari total semua usaha, memperebutkan 10% saja uang yang beredar. Sementara 10% korporasi menengah dan besar memperebutkan 90% total uang beredar. Salah satu buktinya ya itu, kita mau jual saham cuma 20M yang pesan 1,2T.

PT. Idea Indonesia Akademi, Tbk menjadi emiten ke 38 yang listing di tahun 2021 dan menjadi emiten ke 750 di Bursa Efek Indonesia. Memang dibanding perusahaan-perusahaan big cap yang nilainya trilyunan, valuasi kita termasuk kecil, hanya 160an milyar. Tapi, kita listing di bursa yang sama lho dengan mereka. Syarat untuk bisa listing juga sama. Dan sama-sama bisa diakses bukan hanya oleh investor dalam negeri, tapi juga semua investor di seluruh dunia.

Asiavesta Capital bertekad menjalankan misinya untuk membawa UKM-UKM investee dan mentransformasikannya menjadi korporasi, dan go public. Karena dengan demikian – walaupun masih kecil ukurannya – namun cara kerja, network dan peluang potensinya sudah sama dengan korporasi besar. Dan bisa  mengakses 90% peluang di dunia bisnis yang hanya diperebutkan 10% perusahaan di seluruh dunia.

Seperti yang selalu disampaikan oleh Bursa; Jangan menunggu besar baru go public, tapi jadilah besar karena go public.

Asiavesta Capital adalah investment holding yang berinvestasi pada usaha kecil/menengah yang sudah mapan, memiliki bisnis yang kuat dan unik, potensi pertumbuhan dan impact yang besar, dan ingin bertransformasi menjadi korporasi dengan cara anorganik.

Kami akan menjadi strategic partner yang membantu restrukturisasi perusahaan secara holistik sehingga siap untuk menjadi korporasi menengah/besar dan/atau go public dalam waktu 2 hingga 5 tahun.

IDeA Indonesia; Ketika Kerja Keras Bertemu Momentum yang Pas

Oleh: Ahmad Sadat

Ini video tentang perjalanan IDeA Indonesia sejak berdiri hingga Go Public. Cerita tentang kerja keras dan momentum yang pas. Menghasilkan pertumbuhan eksponensial. Untuk mewujudkan visi The World Class Hospitality Company

Sambil menonton, Anda bayangkan, video ini menceritakan tentang Anda dan Bisnis Anda, suatu ketika.

Kalau IDeA bisa, kenapa Anda tidak? 😊

Kilas Balik Perjalanan IDeA Indonesia sejak didirikan hingga Go Public

Asiavesta Capital adalah investment holding yang berinvestasi pada usaha kecil/menengah yang sudah mapan, memiliki bisnis yang kuat dan unik, potensi pertumbuhan dan impact yang besar, dan ingin bertransformasi menjadi korporasi dengan cara anorganik.

Kami akan menjadi strategic partner yang membantu restrukturisasi perusahaan secara holistik sehingga siap untuk menjadi korporasi menengah/besar dan/atau go public dalam waktu 2 hingga 5 tahun.

Ini Bukan Tujuan, Tapi Batu Loncatan!

Oleh: Ahmad Sadat

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Salam sehat. Salam sejahtera. Tabik Pun!

  1. Yang terhormat Bapak Walikota Metro
  2. Segenap pejabat publik Kota Metro
  3. Para tamu undangan yang tidak bisa saya sebut satu persatu
  4. Dan segenap jajaran manajemen dan karyawan IDeA Indonesia Group

Tepat dua tahun yang lalu, di bulan September 2019, kami, manajemen IDeA Indonesia,  sibuk melakukan pembebasan lahan akses hotel Aidia Grande ini, dari semula aksesnya di Jalan Bungur menjadi akses jalan utama yaitu Jalan AR. Prawiranegara Kota Metro. Bahkan setelah membebaskan lahan yang biayanya lebih besar dari yang kami budgetkan, kami juga mengambil kredit bank untuk menuntaskan pembangunan hotel dan asrama, untuk mengukuhkan posisi kita sebagi satu-satunya lembaga pelatihan perhotelan yang memiliki fasilitas teaching factory di Indonesia.

Kami lakukan hal tersebut karena setelah kami, Asiavesta Capital masuk dalam manajemen IDeA Indonesia dan melakukan restrukturisasi, kami semakin yakin akan potensi dari IDeA Indonesia.

Lalu pandemi dan krisis melanda dunia, Februari 2021. Kami mulai melihat bahwa krisis akan berlangsung cukup lama, bisa jadi butuh 10 tahun untuk mengembalikan perekonomian dunia ke posisi normal, dan akan menimbulkan konsekuensi logis berupa ketidakpastian dalam berusaha selama beberapa tahun ke depan. Untuk itu perlu kekuatan, strategi dan  kreatifitas dalam menghadapinya.

Tepat setahun lalu, bulan September 2020, kami melihat bahwa walaupun bisnis IDeA tidak terganggu signifikan, di mana di tahun 2020 untuk pertama kalinya dalam sejarah IDeA, kita melatih hingga 565 siswa, lebih tinggi dari tahun sebelumnya sebanyak 478.  Namun kami harus berpikir realistis, salah satunya dengan merestrukturisasi permodalan, agar struktur modal kami jadi lebih sehat, guna menghadapi krisis yang masih akan berlangsung beberapa tahun ke depan.

Akhirnya setelah beberapa kali melakukan kajian dan simulasi yang mendalam, kami memutuskan untuk melakukan terobosan dengan melompat ke rencana yang seharusnya baru akan kami lakukan di tahun 2024, yaitu go public. Sebuah rencana yang kami sendiri agak gemetar membayangkannya. Apalagi menjalankannya.

Bagaimana tidak? Walaupun sudah ada dalam roadmap kami, tapi merencanakan go public  saat PT. IDeA Indonesia Akademi baru berusia 1 tahun adalah sesuatu yang tidak pernah kami bayangkan sama sekali. Namun berbekal semangat dan keyakinan, kami tetap memproses rencana ini. Karena sejak awal melakukan restrukturisasi kami sudah mempersiapkan perusahaan ini untuk go public, suatu ketika.

Jalan IPO ini kami tempuh dengan berbagai pertimbangan. Selain karena kebutuhan untuk menambah dan memperbaiki struktur permodalan, kondisi bursa saham di Indonesia juga menjadi pertimbangan khusus.

Sejak pandemi, terdapat 1,5 juta investor baru, rekor penambahan terbanyak sejak 44 tahun bursa berdiri.

Selain itu pemerintah juga mendorong banyak perusahaan agar go public dengan diadakannya papan akselerasi dan papan pengembangan, sehingga perusahaan dengan segala macam ukuran bisa masuk bursa. Ini sesuai dengan slogan BEI: Jangan menunggu besar baru go public, tapi jadilah besar karena go public.

Dan inilah kami saat ini, PT. IDeA Indonesia Akademi, Tbk, yang telah resmi melantai di Bursa Efek Indonesia, salah satu bursa saham terbesar di kawasan Asia Tenggara, nomer 2 setelah Thailand.

Go public merupakan pengakuan atas kerja keras kami selama ini. Karena kami tahu banyak perusahaan di luar sana yang menginginkan status Tbk seperti yang kami miliki. Go public juga merupakan salah satu pengakuan atas standar dan kualitas yang kami miliki. Go public tidak bisa diraih sembarang perusahaan, dan  merupakan salah satu status paling bergengsi yang bisa dimiliki oleh sebuah korporasi di Indonesia.

Namun kami sepenuhnya sadar,  ini bukan akhir perjuangan, bahkan go public ini juga bukan tujuan.  Ini semua adalah jalan. Dengan status baru ini kami jajaran manajemen justru akan bekerja keras, lebih keras dari biasanya. Karena bagi kami, ini bukanlah sekedar meningkatnya gengsi, atau pengakuan dari otoritas dan dunia bisnis. Tapi ini adalah amanah dari para pemegang saham publik. Kepercayaan dari otoritas. Dan sekaligus ujian dari Allah.

Kami bersyukur kepada Allah atas anugerah yang luar biasa ini. Kami mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada para pemegang saham publik yang telah mempercayakan investasinya di saham IDeA Indonesia. Kami juga mohon maaf yang sebesar-besarnya kepada segenap investor yang tidak berhasil mendapatkan jatah pembelian saham IDeA karena membludaknya permintaan hingga mencapai 62 kali atau 6200%.

Terima  kasih kepada segenap profesi penunjang yang telah membantu kami selama hampir setahun terakhir ini. Dan terutama kepada otoritas bursa, khususnya OJK dan BEI yang telah mempercayai kami untuk menjadi salah satu dari 750 perusahaan tercatat di BEI.

Dan tak lupa terima kasih yang tak terhingga kepada segenap stakeholder, para pejabat baik di tingkat propinsi maupun kota Metro, segenap warga masyarakat khususnya di Kota Metro, yang telah mendukung langkah kami untuk menjadi perusahaan Tbk pertama yang asli dari kota Metro dan semoga selalu menjadi kebanggan Bumi Sai Wawai.

Kepada segenap manajemen dan karyawan IDEA Indonesia Group, saya ucapkan banyak terima kasih. Good job! Tapi ingat, sekali lagi IPO ini bukan tujuan! Ini hanyalah jalan. Jalan untuk terus memberikan yang terbaik dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia, khususnya di bidang hospitality.

Kita harus ingat bahwa pujian dan kepercayaan ini bisa berubah menjadi cacian dan hujatan, salah satunya berupa jatuhnya harga saham perseroan, bila kita tidak bisa menunjukkan performance dan hasil kerja seperti yang kita janjikan. Bila terbukti kita tidak amanah menjalankan perusahaan, atau bila kita berhenti bekerja keras karena merasa puas atas pencapaian kita sejauh ini.

Teman-teman semua. Perjalanan masih panjang. Perjuangan belum berakhir. Dan masih banyak amanah yang harus ditunaikan. Ingat! Membludaknya pembeli saham perdana IDEA harus kita maknai sebagai besarnya harapan masyarakat investor akan potensi dan prospek perusahaan kita. Dan bahwa setiap langkah kita sejak saat ini akan menjadi perhatian otoritas yang berwenang, dan terutama masyarakat investor, bukan hanya di Indonesia, tapi di seluruh dunia.

Besarnya harapan tersebut juga mestinya bisa dimaknai sebagai doa: Semoga segenap manajemen dan karyawan IDeA Indonesia Group bisa bekerja dengan baik dan bisa memenuhi target yang telah kita. rencanakan, dan mewujudkan impian kita selanjutnya, yang menjadi tema acara pada pagi hari ini: Melantai di bursa, langkah IDEA mendunia.

Semoga semua niat baik dan langkah kita senantiasa mendapatkan ridha dan pertolongan dari Allah SWT. Amin ya Rabbal alamin.

Wallahul muwaffiq ila aqwamit thariq.

Wassalamu alaikum Warahmatullaahi Wabarakatuh

Note: Ini adalah sambutan saya selaku Komisaris Utama, dalam acara tasyakuran Pencatatan Perdana Saham IDEA yang bertepatan dengan 12th  Anniversary Idea Indonesia. Di Aidia Grande Hotel, Metro, Lampung, 9 September 2021.

Perkenalkan: PT. Idea Indonesia Akademi, Tbk

Oleh: AM. Sadat

Bismillahirrahmanirrahim. Dengan bangga kami mempersembahkan perusahaan kami: PT. Idea indonesia Akademi, Tbk, yang akan menawarkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia.

Berikut ringkasan infonya:

PT IDeA Indonesia Akademi Tbk (“Perseroan”) merupakan leading company penyedia jasa pendidikan vokasi non formal bidang hospitality, culinary, pastry – bakery dan creative economy. Perseroan juga memiliki dua anak usaha yaitu PT Aidia Indonesia Propertindo yang memiliki dan mengoperasikan Aidia Grande Hotel, Hotel setara bintang tiga yang berlokasi di Kota Metro, Lampung. Dan PT Idea Hospitality Management (IHM) perusahaan dibidang hotel operator yang disiapkan untuk ekspansi usaha Perseroan.

Perseroan adalah transformasi dari Lembaga Pelatihan Hospitality yang berdiri sejak 2009. Pada 2019, Perseroan dianugerahi sebagai penyedia jasa pendidikan vokasi bidang hospitality terbaik tingkat nasional oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Dikti Republik Indonesia. Setahun setelahnya, tepat pada September 2020, Perseroan juga ditetapkan sebagai lembaga pendidikan vokasi berstandar industri yang mengintegrasikan sistem pendidikan vokasi dengan operasional hotel sebagai Teaching Factory.

Dari data yang dirilis oleh Kementerian Pendidikan RI, dari 17.000 Pendidikan Vokasi Non Gelar (Non Formal) di Indonesia, Perseroan tercatat yang teratas dalam hal jumlah pendaftar dan peserta pelatihan. Pertumbuhan bisnis pelatihan offline Perseroan kedepannya akan dilakukan melalui ekspansi pembukaan cabang-cabang yang terintegrasi dengan Hotel sebagai Teaching Factory di seluruh Indonesia. Selain pelatihan offline, Perseroan juga telah mengadaptasi kebutuhan digitalisasi metode pendidikannya, dengan membangun platform pendidikan Hybrid Learning, sebuah metode pelatihan yang memadukan antara online learning dengan praktek kerja di jaringan chain hotel yang bekerjasama dengan Perseroan, dengan adanya Hybrid Learning jangkauan Perseroan menjadi tidak terbatas.

Guna menampung lulusan pendidikannya, dalam rangka peningkatan kualitas lulusan dan penyerapan kerja lulusan, Perseroan telah menjalin kerjasama dengan banyak brand hotel nasional dan internasional, restaurant, kapal pesiar, dan perusahaan umum lainnya.

Pertumbuhan pariwisata dan seluruh sektor pendukungnya diprediksi akan bangkit pada tahun 2022. Dengan demikian, kebutuhan lulusan pendidikan vokasi bidang hospitality dan creative economy akan terkerek naik. Terdapat 3,7 juta setiap tahun lulusan SMA/SMK di Indonesia yang potensial mengikuti pelatihan kerja dan wirausaha di bidang hospitality dan creative economy. Dengan kombinasi pendidikan offline berbasis industri dan platform hybrid learning yang sudah disiapkan, IDEA optimis dapat menyerap dengan maksimal potential market yang ada.

Kode Emiten: IDEA

Sektor/Subsektor: Consumer Cyclicals/Education Services

Bidang usaha: Akademi Pendidikan dan Pelatihan Perhotelan, Kapal Pesiar, Tata Boga dan Restoran Berbasis Industri

Alamat
18 Office Park Lantai 10 Jalan TB Simatupang Kav. 18, RW.1, Kebagusan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12520

Situs Perusahaan Emiten
https://www.ideaindonesia.com

Jumlah Saham Ditawarkan
212.487.500 lembar saham atau 2.124.875 Lot (20% dari Total Saham Dicatatkan Perseroan)

Penjamin Emisi Efek: Indo Capital Sekuritas

Book Building: 13 Aug 2021 – 24 Aug 2021. Harga penawaran Rp. 120 – Rp. 155 per lembar saham.

Silakan pelajari prospektusnya: https://www.e-ipo.co.id/id/ipo/45/idea-pt-idea-indonesia-akademi-tbk

Informasi mengenai e-IPO ada di link berikut ini https://idx.co.id/investor/buka-rekening-online/

Kami mengundang rekan, sahabat, kolega dan masyarakat umum untuk menjadi bagian dari perusahaan penyedia jasa pendidikan vokasi bidang hospitality, culinary, pastry – bakery dan creative economy berstandard Industri TERBAIK di Indonesia.

InsyaAllah di kesempatan lain saya akan share mengenai lika-liku restrukturisasi perusahaan ini sejak dari UKM hingga menjadi korporasi dan sekarang go public.

Aleesha, Selamat Ulang Tahun Nak…

Oleh: Ahmad Sadat

Tanggal 13 Agustus kemarin adalah hari kelahiran anak kami, Aleesha Raline Salsabila Sadat. Seandainya dia masih hidup, dia akan berumur 1 tahun, dan pasti menjadi anak balita yang lucu dan menggemaskan.

Tapi… Dia sudah tidak ada lagi. Tidak di dunia ini lagi. Dia sudah abadi di tempat barunya. Dan dia pasti sudah bahagia di sana.

Tinggal kami, ayah ibunya yang tak akan pernah bisa  melupakannya. Sampai kapan pun. Sampai kami bertemu lagi dengannya nanti 😭

Siapa bilang mudah merelakannya pergi. Sama sekali tidak. Ya memang kami terlihat tegar di luar, seakan kami mudah merelakannya. Tapi kami masih sering menangis bila mengingat Aleesha. Bagaimana pun, dia anak kami, gadis kecil kami, yang pernah bersama kami, walau hanya sebentar saja, hanya 8 bulan saja. Dan akan selalu kami kenang. Selamanya.

Tapi bidadari kecil kami ini telah mengajarkan banyak hal. Tentang kesabaran. Tentang menerima kenyataan. Menerima takdir. Takdir baik maupun buruk. Dan harus selalu banyak bersyukur. Dan selalu berusaha menjadi diri yang lebih baik.

Dia sudah pasti menjadi penghuni surga, dan konon dalam banyak riwayat, akan mengajak kami berdua nantinya, sehingga kami akan berkumpul bersamanya nanti, sebagai pengganti kebersamaan kami yang hilang selama di dunia. Tapi kami juga tahu, ajakan itu hanya akan bisa kami terima, hanya bila kami pantas mendapatkannya.

Selama Aleesha sakit, selain beberapa hikmah dan pelajaran yang kami dapat, dia juga telah menginspirasi kami untuk melakukan beberapa inisiatif:

1. Warung Berkah.

Yaitu Warung yang menjual makanan murah seharga Rp. 5000/porsi (kami beli dari pedagang sekitar seharga Rp. 15.000/porsi). Alhamdulillah sudah berjalan sejak 1 Maret 2021 hingga sekarang telah menjual 17.000 porsi. Sejak itu pula kami buka tiap hari. Nonstop. Kami hanya pernah libur 10 hari di momen Idul Fitri, itupun karena permintaan supplier. Hari libur lain – termasuk Idul Adha – tidak libur. Karena setahu kami, orang juga tidak libur makan.

Bahagia sekali hati ini bila setiap hari mendengar dagangan kami selalu habis diserbu pembeli. Hanya dalam waktu kurang dari 1/2 jam. Dan betapa mereka sangat senang bisa menjadi pembeli dagangan kami, yang konon mereka makan juga bersama keluarga (padahal karena banyaknya peminat, kami terpaksa membatasi hanya 1 porsi per orang 😭)

Ingin sekali bisa menambah porsi dan lokasi penjualan, karena ternyata usaha kami ini laris manis dan InsyaAllah sangat menguntungkan.

Kami bertekad Warung Berkah akan terus buka setiap hari dan minimal menjual 100 porsi tiap harinya. Non stop. Tanpa libur. Karena kami tahu bahwa setiap hari ada yang butuh makanan ini. Dan dengan senang hati menjadi pembeli kami. InsyaAllah.

2. Rumah Singgah Aleesha (RSA).

Ini adalah penginapan/rumah singgah gratis khusus penderita penyakit jantung, khususnya anak-anak, yang berlokasi di dekat Rumah Sakit Jantung Harapan Kita (RSJHK, di mana Aleesha terakhir dirawat dan meninggal dunia). Rumah singgah ini sangat dibutuhkan oleh pasien yang kurang mampu, terutama yang berasal dari luar kota/luar pulau dan dirujuk ke RSJHK.

Banyak diantara mereka – baik pasien maupun keluarganya – yang terpaksa harus menginap seadanya di masjid atau koridor/parkiran RS karena tidak mampu membayar penginapan. Kami sediakan kamar bersih ber-AC dan makan seadanya, juga sedikit tunjangan untuk pengobatan/perawatan.

Mudah-mudahan inisiatif ini akan sedikit membantu mereka, mengurangi beban mereka, dan menambah kebahagiaan mereka. Dan semoga anak-anak ini tertolong dan bisa bertahan hidup, jadi sehat, menjadi permata dan kebahagiaan orang tuanya, dan kelak menjadi orang yang bermanfaat bagi banyak orang. Amin.

Semua inisiatif di atas kami jalankan di bawah Aleesha Foundation (Yayasan Aleesha Raline Salsabila Sadat) yang merupakan operating body dari Sadat Foundation Indonesia. Terima kasih kepada semua relawan, simpatisan dan donatur Aleesha Foundation yang telah mendukung kami selama ini. Jazakumullah ahsanal jaza (Semoga Allah membalas semua kebaikan Anda dengan pahala yang berlipat ganda). Amin ya Rabbal alamin 爐

Terima kasih Aleesha. Terima kasih anakku. Semoga semua inisiatif di atas bisa menghibur kami. Semoga bisa mengurangi sedikit kesedihan kami karena kehilanganmu, dan semoga membuat kami, kedua orang tuamu ini, menjadi orang tua yang pantas mendapat ajakanmu di Surga-Nya kelak….

Ya Allah, jadikan kami hambamu yang layak mendapat ajakannya ya Allah. Kumpulkan kami di surga bersamanya ya Allah. Kumpulkan kami dengan bidadari kecil kami ya Allah. Pantaskan kami untuk bersamanya di surga ya Allah. Jangan biarkan kami menjadi orang yang tidak layak diajaknya ke Surga-Mu ya Allah…

Amin ya Rabbal alamin 🤲

Selamat ulang tahun Nak. Terimalah semua inisiatif di atas sebagai hadiah ulang tahunmu. Semoga engkau bahagia menerima hadiah dari kami 🎂

Peluk dan cium selamanya. Dari ayah dan ibu, yang akan selalu mencintai dan merindukanmu. Tanpa batas waktu 🤗

“Aleesha, Ayo Pulang Nak!” (Bagian 2)

Oleh: Ahmad Sadat

Putri kecil kami, Aleesha Raline Salsabila Sadat, telah meninggal dunia dengan tenang pada hari Kamis, 15 April 2021 pukul 22.00, di usia 8 bulan.

Tulisan ini adalah lanjutan cerita tentang Aleesha yang saya tulis sebelumnya:  https://amsadat.blog/2021/01/10/aleesha-ayo-pulang-nak/

Dan menjawab pertanyaan tentang apa sebenarnya sakit yang diderita Aleesha sehingga dia harus menjalani perawatan di ICU selama 3 minggu di pertengahan Desember 2020, yang hingga saat kami pulang pun masih belum terjawab dengan tuntas.

Ternyata Kelainan Jantung Bawaan!

“Maaf Pak, Bu, saya harus menyampaikan kondisi yang sebenarnya tentang Aleesha”, kata Dr. Poppy Roebiono, Dokter Spesialis Jantung Anak yang menangani Aleesha sejak dia dirawat akibat gagal nafas pada bulan Desember 2020 lalu.

Saya dan istri menyimak. Saat itu kami yakin Aleesha sudah mulai membaik, karena seharusnya efek Miokarditis (peradangan jantung karena infeksi) akan membaik dalam 1-2 bulan dan bisa pulih sepenuhnya dalam 3-6 bulan. Saat itu awal bulan Maret 2021, sudah 1,5 bulan sejak Aleesha keluar dari RS.

“Aleesha sudah pasti sembuh dari infeksinya, tapi ternyata sampai sekarang kondisi jantungnya makin memburuk, jadi ini pasti bukan Miokarditis, melainkan kelainan jantung, namanya Kardiomiopati Dilatasi. Miokarditis kemarin hanya pemicu saja… Sayangnya kondisi jantung Aleesha sekarang sudah sangat buruk”.

😔

Kardiomiopati Dilatasi (KD) adalah jenis kelainan jantung bawaan berupa pelemahan otot jantung yang mengakibatkan bilik jantung kiri membengkak. Gejalanya mirip sekali dengan Miokarditis.

Bedanya adalah: Miokarditis bisa sembuh dengan sendirinya setelah infeksinya teratasi. Sementara KD tidak bisa disembuhkan dan tidak bisa dioperasi (kecuali transplantasi jantung). Pada kasus yang tidak parah, penderita bisa bertahan hidup dengan minum obat-obatan seumur hidup.

Gejala KD ini memang tidak nyata di Aleesha sebelumnya, karena sejak lahir dia tidak pernah sakit panas atau batuk/pilek. Ini sangat mungkin terjadi karena kami sangat menjaga protokol kesehatan selama pandemi.

Tapi ada beberapa gejala yang baru kami sadari setelahnya, yaitu setiap kali minum ASI baik secara langsung atau pakai botol/dot, dia sering berhenti beberapa kali, ambil nafas dulu, baru minum lagi. Dan butuh waktu agak lama sampai dia kenyang, biasanya hingga 30-45 menit (anak normal biasanya bisa langsung minum 100 cc dalam 15-20 menit). Selain itu kami juga mengamati beberapa kali nafasnya pendek-pendek. Lainnya tampak normal saja.

Agak berbeda dengan kelainan jantung bawaan lain yang sebagian bisa dideteksi sejak di kandungan, gejala KD juga biasanya baru muncul di usia 3-6 bulan, karena ketidaknormalan kinerja otot jantung bayi tidak mudah dideteksi sejak awal. Jadi baik saat di kandungan maupun saat Aleesha lahir, sama sekali tidak ditemukan kelainan.

Dengan ditegakkannya diagnosa KD ini maka kami juga berkesimpulan bahwa pada saat dia masuk RS Desember lalu dengan gejala gagal nafas yang diawali dengan tidak mau minum susu selama 3 hari, adalah serangan jantung akibat KD. Namun kondisinya makin diperburuk oleh infeksi ganas Sepsis dan Miokarditis yang baru terdeteksi seminggu setelah di ICU.

Saat keluar RS infeksinya memang sembuh, tapi kelainan jantungnya menetap. Sayangnya akibat infeksi ganas ini, kerusakan di jantungnya terlalu berat, yaitu bilik kiri jantungnya membengkak hingga 2 kali lipat ukuran normal dan  fungsi jantungnya tinggal 28% (terakhir bahkan tinggal 18%) 😭

Berat badannya sebelum sakit (usia 4 bulan) sudah mencapai 6,3 kg, namun cenderung turun, bahkan di hari-hari terakhirnya tinggal 5,4 kg 😭

Sepulang dari RS di bulan Januari kondisi Aleesha sempat “membaik” selama 2 minggu, namun setelahnya kondisinya tidak stabil dan cenderung turun. Sering muntah, mudah tersedak, sering sesak nafas, dan sering mengalami kesulitan saat makan/minum.

Karena buruknya kondisi jantung Aleesha, Dokter juga menyampaikan kemungkinan-kemungkinan terburuk, mulai dari penggumpalan darah, gagal nafas, bahkan henti jantung yang bisa menyebabkan kematian sewaktu-waktu.

Tentu saja kami sangat terkejut mendengar vonis ini dan tidak menerima begitu saja. Kami mulai berkonsultasi dengan dokter lain, juga  rumah sakit di Singapore dan Malaysia untuk mendapatkan second opinion.

Salah satu kesulitan di masa pandemi ini adalah semua perbatasan antar negara ditutup, termasuk ke Singapore dan Malaysia. Sehingga satu-satunya cara adalah kita harus berkonsultasi jarak jauh dulu (teleconsultation), baru bila dokter setuju untuk melakukan tindakan dia akan memberikan rekomendasi untuk bahan kita mengajukan visa khusus berobat.

Namun ternyata setelah berkonsultasi dengan dokter lain, juga dokter dari 2 rumah sakit ternama di Singapore dan Malaysia, semuanya berpendapat kurang lebih sama. Bahkan RS di Singapore dan Malaysia menolak memberikan rekomendasi agar Aleesha bisa dirawat di sana, karena kondisinya yang sudah terlalu berat.

😔 😔 😔

Menerima Kenyataan

“Ya Allah, berilah yang terbaik untuk Aleesha. Kami ikhlas apapun keputusanmu. Kami percaya Engkau pasti memilihkan yang terbaik untuknya 🤲”, doa kami setiap shalat malam.

Saat itu, di akhir Maret, Aleesha kembali masuk RS karena sesak nafas. Kali ini di RS Jantung Harapan Kita (RSJHK) sesuai rekomendasi Dokter. Begitu masuk RS, Aleesha langsung dirawat di ICU dan tidak bisa kami temani. Sehingga kami menyewa kamar di dekat RS agar kami bisa stand by dan siap bila sewaktu-waktu dipanggil dokter untuk berdiskusi. Sambil tetap bekerja di sela-sela waktu.

Saat itulah kami di setiap shalat malam selalu memanjatkan doa, agar Allah berkenan memudahkan jalan kepulangan Aleesha. Entah pulang ke rumah kami, atau ke rumah-Nya. Kami pasrahkan semua. Karena kami percaya apapun takdir-Nya, pasti adalah yang terbaik bagi Aleesha 😔…

Kasus Aleesha mendapatkan perhatian dan dibahas khusus oleh tim dokter di RSJHK yang terdiri dari beberapa dokter anak, dokter ahli jantung anak, dan dokter ahli bedah jantung anak. Mereka sempat mendiskusikan beberapa solusi, tapi akhirnya semuanya batal dilaksanakan karena kondisi Aleesha yang tidak memungkinkan.

Salah satu Dokter senior di RSJHK mengungkapkan pengalamannya menangani kondisi KD yang paling berat dan masih bisa bertahan adalah di posisi kekuatan otot jantung 50-an persen. Jadi dengan kondisi kekuatan otot jantung di bawah 20% seperti Aleesha, bisa dibilang kecil kemungkinannya pasien bisa bertahan.

Setelah 10 hari dirawat di ICU/HCU RSJHK, akhirnya Aleesha dirawat di kamar rawat.

Saat di kamar itulah Aleesha sempat menunjukkan fenomena yang tidak biasa. Tahu-tahu dia bisa minum susu satu botol 70 cc dalam sekali minum dan habis dalam 10 menit. Dia juga mau makan dengan lahap. Tanpa tersedak, tanpa muntah. Tanpa kesulitan sama sekali. Ini terjadi selama 3 hari menjelang kepergiannya…

Padahal sebelumnya dia harus susah payah menghabiskan 50 cc dalam 30 atau 60 menit. Bahkan sejak masuk RS kali ini dia harus menggunakan selang NGT agar makanan langsung masuk ke lambungnya, karena dia tidak kuat lagi minum atau makan.

Aleesha juga tidak lagi menangis, walaupun kelihatan sekali dia bernafas dengan susah payah, bahkan terlihat menahan sakit.

Kami melihat ini sebagai fenomena “pamitan” atau dalam istilah medis disebut terminal lucidity.

“Dia tidak ingin kita bersedih, jadi jangan sampai kita bersedih di depan dia” kata istri saya. Kami pun sepakat untuk tidak menampakkan kesedihan di depannya

🤗 😔 😢

Dan di Hari Itu…

“Mas, Aleesha kakinya mulai dingin dan lemes” kata istri saya lewat telepon. Siang itu saya sedang perjalanan ke RS. Seketika itu juga laju kendaraan saya minta dipercepat. Dan segera setelah sampai di RS, kami berdua  segera mendekat ke Aleesha sambil memegang tangannya.

“Adik… Adik mau pergi ya, sayang? Gak apa-apa kok Adik pergi”, ujar kami bergantian, sambil sesenggukan menahan tangis, “Ayah dan ibu sudah ikhlas Adik pergi”.

Aleesha sama sekali tidak menangis, walaupun terlihat dia kepayahan mengatur nafas, dan menahan sakit. Kami tidak bisa membayangkan bagaimana sakit yang dirasakannya. Sakit yang dirasakannya tiap hari selama 4 bulan terakhir ini.

“Adik gak apa-apa kok kalau mau pulang, nanti adik ketemu Nabi Ibrahim, dirawat sama Nabi Ibrahim. Ayah sama ibu kirim salam ya buat beliau”, kata kami sambil berlinang air mata.

Membayangkan semua keindahan yang akan Aleesha dapatkan, mulai dari jaminan masuk surga baginya, tinggal bersama dan diasuh oleh Nabi Ibrahim, bahkan bisa memberi syafaat/pertolongan bagi kedua orang tuanya seperti yang disampaikan dalam beberapa riwayat, membuat kami berusaha tegar melepas Aleesha pergi. Kami yakin kepergiannya justru jauh lebih baik daripada dia harus menderita seperti sekarang.

Betapa sedihnya kami selalu melihat dia kesakitan. Bahkan untuk bernafas saja berat baginya. Aleesha yang dulu ceria dan selalu tertawa, sekarang sudah tidak pernah tertawa lagi, karena beratnya sakit yang tidak terbayangkan oleh kami 😭 😭

Kami juga sudah berusaha sangat maksimal sejauh ini, mencarikan dokter, obat, perawatan dan rumah sakit terbaik, bahkan beberapa terapi alternatif/spiritual pun kami coba. Tapi Allah selalu menunjukkan isyarat bahwa usaha kami tidak akan memberikan hasil. Mentok. Karena Dia akan memanggilnya. Karena Dia lebih menyayanginya.

“Adik pergi aja gak apa-apa, ayah sama ibu gak akan sedih kok”, kata-kata semacam itu yang terus kami bisikkan padanya hari itu. Ini cara kami untuk mensugesti diri kami agar benar-benar ikhlas melepas Aleesha. Disertai dengan mengaji, berdzikir dan berdoa, memohon kebaikan dan kemudahan buat Aleesha. Juga meminta doa kepada segenap handai taulan, guru dan orang tua.

“Pak, Bu, tolong masuk ke sini, Aleesha kesadarannya menurun!” Saat itu kami sedang bersiap-siap membawa Aleesha ke ICU lagi karena kondisinya yang semakin buruk. Untuk itu dilakukanlah pemasangan infus lagi di Ruang Tindakan, karena selang infus sebelumnya sudah harus diganti. Saat itulah kami dipanggil dokter.

“Adik… Adik mau pergi ya. Gak apa-apa Adik pergi. Jangan sedih ya Dik…. Ayah sama ibu gak sedih kok. Ayah sama ibu sudah ikhlas. Laa ilaaha Illallaah. Muhammad Rasulullah… Laa ilaaha Illallaah. Muhammad Rasulullah… “. Dan dalam 3 kali hembusan nafas, dia benar-benar pergi meninggalkan kami. Selamanya…

Inna Lillahi wainna Ilaihi rajiun. Turut berduka cita Bapak, Ibu… “, kata dokter jaga setelah melakukan pemeriksaan terakhir. Dan tangis kami pun pecah, di dekat jenazah anak kami…

😭 😭 😭

Aleesha telah pergi. Aleesha telah meninggalkan kami. Tapi Aleesha sekarang sudah tidak sakit lagi. Tidak sesak nafas lagi. Tidak menangis kesakitan lagi. Dan pasti sudah bisa tersenyum dan tertawa lagi.

Selamat bersenang-senang bersama teman-temanmu di sana, Nak. Bersama Nabi Ibrahim, ayahmu. Kamu pergi di hari baik (malam Jumat) di bulan yang baik (Ramadhan) dan InsyaAllah sekarang sudah berada di tempat terbaik 🤗

Terima kasih telah bersama kami selama 8 bulan. Bergembira bersama dalam tawa selama 4 bulan sehatmu. Merawatmu dengan penuh doa dan air mata selama 4 bulan sakitmu. Semuanya tetap akan menjadi kenangan terindah bagi kami. Yang tak akan pernah terganti. Kami pasti akan selalu kangen kamu Nak, sepanjang hidup kami 👪

Ibumu yang memandikan jenazahmu, memandikanmu untuk terakhir kali. Ayah yang menggendong jenazahmu ke pemakaman, menggendongmu untuk terakhir kali. Kakakmu Rafi yang menguburkan dan membacakan Adzan di liang lahat. Ayah, ibu dan kakak-kakakmu semua menangis sedih saat kau tinggalkan. Tapi melihat jenazahmu yang bersih dan tenang bahkan semua bekas sakitmu hilang, kami yakin bahwa kamu sudah berbahagia sekarang.

Sampai bertemu di surga Nak. Jemputlah kami di pintu surga seperti janji Nabi. Semoga kami termasuk orang tua yang layak mendapat pertolonganmu Nak… 😭

Ya Allah Ya Rabbi. Jadikan kami hambamu yang senantiasa bertakwa dan bersyukur. Jadikan kami hamba yang selalu beramal saleh. Jadikan kami orang tua yang pantas untuk dijemput Aleesha, anak kami di pintu Surga-Mu. Amin Ya Rabbal alamin.

Alhamdulillahi Rabbil alamin. Inna Lillahi wainna Ilaihi rajiun. Segala Puji bagi Allah, Tuhan semesta Alam. Sesungguhnya kita berasal dari Allah, dan pasti akan kembali kepada-Nya 🤲 🤲 🤲

One Man Show

Oleh: Ahmad Sadat

“Pak Hendra (nama samaran) sudah pailit sekarang”, kata sepupu saya dengan sedih, “Uang saya juga ada sekian miliar nyangkut di sana, nggak tahu bisa balik atau nggak.”

Pak Hendra punya pabrik, sebuah industri manufaktur yang sepupu saya ini menjadi suppliernya. Saya kenal baik dengan Pak Hendra karena dulunya saya juga pernah jadi supplier, saat saya berbisnis di bidang yang sama dengan sepupu saya ini.

Alkisah Pak Hendra ini suatu ketika ke Eropa untuk menghadiri sebuah pameran perdagangan internasional – sekaligus jualan. Seperti yang biasa dia lakukan. Tiba-tiba dia terserang stroke sehingga harus menghabiskan waktu sampai 4 bulanan di sana, dan tidak bisa kembali ke Indonesia sampai kondisinya cukup pulih.

Pada saat Pak Hendra sudah kembali ke Indonesia, dia tidak bisa langsung bekerja karena belum benar-benar pulih. Butuh sekitar 1 tahun pemulihan agar dia bisa bekerja seperti semula.

Apa yang terjadi selama dia sakit? Perusahaannya kacau balau!Banyak tagihan tidak terbayar (termasuk punya sepupu saya), atau piutang yang tidak tertagih, produksi yang tidak optimal, sampai upah pekerja yang tertunggak.

Awalnya semua orang sabar menunggu, karena Pak Hendra terkenal sebagai orang baik, sangat dermawan, dan selama ini mereka semua berhubungan baik dengan beliau, bahkan beberapa bekerja bersama selama puluhan tahun bersama, sehingga mereka masih bisa memberi toleransi.

Sama seperti cerita sepupu saya yang dengan tenang tetap saja menyuplai barang, tanpa bisa menagih. Pekerja yang tidak gajian, masih bisa sabar. Produksi yang menurun, tenang tunggu Pak Hendra sembuh, pasti ada solusi. Penjualan yang seret, tunggu Pak Hendra. Tunggakan ini itu, keputusan ini itu, semuanya tertunda. Tunggu pak Hendra.

Sampai suatu ketika: Boom! Pemogokan kerja, tuntutan gaji, demo pekerja, kerusuhan, pengambilan barang secara paksa, produksi macet, penjualan macet, piutang macet dan… Kredit bank macet. Hingga akhirnya: Gugatan pailit.

“Saya sekarang harus bolak balik ke pengadilan kepailitan untuk mengurus uang saya, tapi bisa jadi hanya kembali berapa persennya”, cerita sepupu saya sedih. Proses likuidasi perusahaan seperti ini biasanya akan berjalan bertahun-tahun, dan tidak banyak yang bisa diharapkan. Bahkan oleh bank selaku kreditur separatis (pemegang jaminan).

Perusahaan Pak Hendra bukan perusahaan ecek-ecek ya. Omzetnya di atas 500 milyar, hutang bank -nya saja 350-an milyar. Tapi, Pak Hendra adalah tipikal pengusaha Level 2: One Man Show. Dia punya organisasi lengkap, bahkan punya direktur (disamping pak Hendra sebagai Direktur Utama dan Istri Pak Hendra sebagai Komisaris), tapi semua keputusan tetap di tangannya. Dan – ini yang terpenting – yang bisa mengeluarkan uang hanya pak Hendra seorang. Manajer dan Direkturnya bisa nem-verifikasi pengeluaran, tapi hanya pak Hendra yang berhak mengotorisasi. Sendirian.

Intinya urusan apapun pasti bisa selesai sama Pak Hendra, atau tepatnya: Hanya dia yang bisa menyelesaikan semua urusan. Dalam istilah saya, sebenarnya Pak Hendra ini bukan punya perusahaan, tapi punya usaha besar yang kebetulan saja punya legalitas berupa perusahaan, yang hanya bisa berjalan bila ada pengusahanya, yaitu beliau sendiri.

Makanya sering ada joke bahwa pengusaha dengan tipe seperti ini gak boleh libur, gak boleh sakit. Bahkan gak boleh mati. Di contoh di atas, Pak Hendra sakit, akibatnya perusahaannya bisa mati.

Anda, tipe pengusaha seperti apa?

Mewariskan Usaha, atau Perusahaan?

Oleh: Ahmad Sadat

“Saya jalanin usaha seperti sekarang ini aja mas”, kata seorang senior suatu ketika, sekitar 15 tahunan lalu. Beliau sudah meninggal 10 tahun lalu. “Saya mau menikmati hasil kerja selama ini”.

Pembicaraan berikutnya berlanjut tentang betapa frustasinya dia, setelah mengajar anaknya agar bisa meneruskan usahanya, ternyata si anak tidak mau. Si anak lebih suka menekuni bidang yang dia minati sejak awal, yaitu bidang arsitektur.

Beliau memiliki usaha tambak, penggilingan padi dan beberapa usaha lain. Di akhir hidupnya dia lebih banyak meluangkan waktu menikmati hidup, jalan-jalan, banyak melakukan kegiatan sosial sembari menjalankan beberapa usahanya, dengan santai, seperti yang dia inginkan. Anak pertamanya – perempuan – ikut suaminya yang jadi dosen dan tinggal di Australia.

Lalu, bagaimana nasib usaha si Bapak ini sepeninggal dia? Sayangnya saya tidak begitu kenal dengan anaknya, dan tidak mengikuti lagi perkembangannya. Tapi setahu saya dia memang serius menjadi arsitek dan memiliki perusahaan sendiri, di bidang design and built. Pernah dengar dari seorang teman bahwa usaha ayahnya sudah tutup, dan tambaknya dijual.

Wajar sekali bila seorang pengusaha ingin sekali mewariskan usahanya kepada anak-anaknya. Masalahnya adalah: Yang diwariskan adalah sebuah usaha yang harus dijalankan.

Kenapa masalah? Karena sebuah usaha harus dijalankan oleh pengusaha. Bila ahli warisnya tidak berbakat atau tidak berminat menjadi pengusaha, atau tidak memiliki passion di bidang usaha tersebut, maka biasanya usahanya tidak bisa berjalan dengan baik, tidak bisa berkembang. Kemudian mati, cepat atau lambat.

Ada cerita lain lagi. Seorang kenalan, pengusaha yang memiliki perusahaan tambang dan sudah Tbk. Ketiga anaknya juga kurang berbakat menjalankan bisnis, bahkan salah satunya menjadi dokter, dan tidak pernah terlibat dalam urusan perusahaan.

Tapi karena perusahaannya sudah cukup besar, maka yang diwariskan adalah saham perusahaannya. Yang bisnisnya sudah jalan. Sudah ada manajemen yang mengurusi. Kedua anaknya cukup jadi Komisaris aja.

Si Bapak berhasil mewariskan perusahaan kepada anak-anaknya. Ini lepas dari kondisi perusahaannya yang saat ini lagi kurang bagus ya, dan harga sahamnya tinggal gocap.

Jadi Anda, para pengusaha, mau mewariskan usaha, atau perusahaan?

Stages of Grief (Tahapan Kesedihan)

Oleh: Ahmad Sadat

Saat-saat berada di ruang tunggu ICU menunggu anak yang sakit parah dan tidak berdaya melakukan apa-apa, bahkan bersiap menghadapi kemungkinan salah satu kehilangan terbesar dalam hidup, saya jadi teringat tulisan Dr. Elisabeth Kubler-Ross dalam bukunya yang berjudul On The Death and Dying (1969).

Dari hasil pengamatannya, dia menyimpulkan kecenderungan perilaku individu yang sakit parah dan tengah bersiap menghadapi kematian. Pengamatannya melahirkan teori tentang 5 tahapan kesedihan (five stages of grief), yang juga dikenal dengan singkatan DABDA, yaitu Denial (penyangkalan), Anger (marah), Bargaining (menawar), Depression (depresi), dan Acceptance (penerimaan).

Tahapan-tahapan emosional di atas ternyata bukan hanya dialami oleh orang yang menghadapi sakit parah atau menjelang ajal saja, tapi juga siapapun saat mengalami kesedihan yang mendalam. Bisa kesedihan karena keluarga yang sakit parah, kehilangan keluarga yang dicintai, kehilangan harta, kalah bertanding, bangkrut, atau apapun. Atau mengalami kesedihan akibat perceraian, kecopetan, jagoannya kalah dalam Pilpres, gagal dalam Pilkada dan sebagainya.

Berikut panjelasan tahapan-tahapan kesedihan di atas.

Denial/Menolak

Ini merupakan tahap penyangkalan. Kita menyangkal dan menolak mengakui bahwa hal buruk telah terjadi. Bisa jadi kita berpura-pura tidak terjadi apapun, atau meyakini bahwa kalau besok kita bangun, ternyata semua hanya mimpi.

Ternyata jagoan kita gak jadi kalah. Atau ternyata kerugian cuma terjadi karena salah hitung. Atau berharap bahwa orang yang kita cintai dan baru saja meninggal, tiba-tiba bangun sambil berteriak “Surprise! Kamu kena prank! Kameranya ada di sana!” 😁

Anger/Marah

Setelah menolak kesedihan, kita akan melampiaskan kesedihan dalam bentuk marah dan mencari-cari kesalahan atau menyalahkan orang lain. Atau benda lain.

Kemarahan ini akan memuncak terutama bila kita merasa orang lain cuek atau tidak mengerti perasaan kita.

“Ini semua salahmu! Kamu memang tidak pernah peduli padaku!”

Bargaining/Menawar

Pada tahap ini, kita mulai berusaha memahami kesedihan kita, dan “menawar” rasa sedih itu. Bisa jadi berandai-andai kemungkinan yang seharusnya dilakukan sebelum suatu hal buruk itu terjadi atau hal yang akan kita lakukan apabila hal buruk berhenti terjadi.

“Tuhan, saya berjanji akan jadi orang baik asalkan suami saya hidup kembali”

Depression/Depresi

Ini adalah tahapan dimana kita mulai melihat kenyataan yang sebenarnya, dan menyadari bahwa apa yang terjadi adalah nyata, sudah terjadi, dan betapa kita sangat tidak berdaya menghadapinya. Dan membuat kita sedih sekali. Kita merasa sangat sial. Apes. Bodoh sekali. Atau merasa Tuhan memperlakukan kita dengan tidak adil dan mempertanyakan kenapa semua ini harus terjadi. Dan merasa menjadi orang paling malang sedunia, sepanjang jaman.

  • Me: “God, why me?? Why meeee?”
  • God: “Why not?!”

Acceptance/Penerimaan

Pada akhirnya kita harus menerima kenyataan. Bahwa ini sudah terjadi. Yang hilang tidak akan bisa kembali. Yang sudah berlalu tidak akan bisa diulang kembali.

Sehingga satu-satunya cara adalah menerima kenyataan. Tanpa penyangkalan, tanpa kemarahan, tanpa berandai-andai. Mengakui kesedihan dan menerima diri kita apa adanya, dan belajar darinya. Move on. Melakukan apa yang bisa dan harus dilakukan, dan mencari hikmah dari kejadian ini.

Dan bahwa tidak ada pilihan lain yang lebih baik kecuali kita harus melanjutkan hidup, apapun kondisinya. Menatap masa depan. Karena kita yakin itu semua kehendak Tuhan. Dan Tuhan pasti akan memberikan yang terbaik, pada akhirnya.

Gambar di bawah ini (kiri) menggambarkan siklus DABDA di atas.

Pertanyaannya: Apakah siklus DABDA akan selalu dijalani berurutan? Bisa ya, bisa tidak. Beberapa orang akan dengan mudah melompat ke tahap kelima, tanpa kesulitan. Tahap dimana setiap orang pada akhirnya harus menjalaninya. Pasrah. Move On. Berjuang lagi. Atau… meninggal dengan tenang. Dan siap menghadapi kehidupan berikutnya, yang bisa jadi jauh lebih baik dari sebelumnya.

Beberapa orang mungkin akan lebih sulit menghadapinya. Dan nyangkut di salah satu tahapan. Marah misalnya. Terus menerus menyalahkan orang lain atas kemalangan yang dialaminya. Atau jatuh dalam jurang depresi. Atau seperti gambar yang sebelah kanan, muter-muter gak karuan: dari menyangkal, marah, depresi, menyangkal lagi, menerima sebentar, depresi lagi, marah, menyangkal lagi, marah, depresi, depresi lagi, akhirnya mati.

Semua itu pilihan kita.

Pengusaha Kecil, Pengusaha Besar

Oleh: Ahmad Sadat

Ada 5 level Pengusaha atau Perusahaan. Saya sarikan berdasar pengalaman berbisnis selama lebih dari 20 tahun. Pembagian ini berdasar tata kelola dan operasional bisnisnya, juga ketergantungan dengan pendiri atau pemilik perusahaan, bukan semata-mata ukuran/omzetnya, walaupun pendapatan dan laba juga sangat menentukan bagaimana perusahaan bisa dikelola.

Untuk berpindah antar level dibutuhkan transformasi besar. Bisa jadi bertahap dan butuh waktu lama. Kalau saya sering menyebutnya pindah langit, bukan lagi sekedar scale-up (bertumbuh), karena perbedaan signifikan dalam bentuk dan tata kelola.

1. Pengusaha Level 1: Bootstrap. Pengusaha Mikro/Kecil/Pemula

Pengusaha Level 1 adalah pengusaha pemula beromzet di bawah 1 milyar per tahun, atau bisa juga lebih. Bisa jadi dia memulai usaha sendiri, bersama partner atau anak buah.

Fokus dari Bisnis Level 1 adalah bertahan hidup, bertumbuh, dan mencari model bisnis yang paling sesuai. Bisa jadi suatu usaha sudah berjalan lama tapi tetap di level ini, sampai tutup. Ini adalah level dimana usaha sangat bergantung pada pribadi dan kekuatan si pengusaha itu sendiri, baik secara finansial maupun operasional, bahkan tergantung kehidupan pribadi si pengusaha.

2. Pengusaha Level 2: Steady Business. Pengusaha Kecil/Menengah

Adalah pengusaha yang memiliki bisnis yang sudah stabil, biasanya sudah berjalan lebih dari 5 tahun di bidang yang sama, sudah menemukan ceruk pasarnya sendiri, serta memiliki sistem operasional dan bisa mendelegasikan banyak pekerjaan operasional. Biasanya mereka sudah memiliki omzet di atas 10 Milyar per tahun.

Banyak juga Pengusaha Level 2 yang kaya raya, setelah menjalankan usahanya selama bertahun-tahun. Pemiliknya kaya raya, tapi perusahaannya (atau beberapa perusahaannya) masih perusahaan kecil.

Sebagian besar pengusaha di Indonesia berada di Level 1 atau 2, atau biasa disebut UMKM, dan tetap berada di level ini hingga akhir hayatnya, atau akhir hayat perusahaannya. Seringkali umur perusahaan mengikuti umur pendiri/pemiliknya, demikian juga kekuatannya.

Bila tujuan berbisnis adalah untuk mencapai kebebasan finansial, mencapai Level 2 ini bisa jadi sudah cukup, bahkan lebih dari cukup, karena beberapa pemilik di titik ini sudah sangat kaya raya.

Si pemilik bisa berbuat banyak dengan kekayaan yang dimilikinya, bisa beramal dan menjalankan misi sosial, atau memenuhi hobinya, bisa menabung, atau berinvestasi dengan membuat bisnis kedua dan ketiga. Atau jadi Caleg, atau kawin lagi 😜

3. Pengusaha/Perusahaan Level 3: Leveraged Company. Perusahaan Dengan Sistem dan Organisasi Yang Mampu Menduplikasi Bisnis

Ini adalah level transisi. Yaitu transisi dari pengusaha menjadi perusahaan. Titik dimana sang pengusaha, saat bisnisnya sudah stabil dan cukup besar, membentuk sistem dan organisasi yang baku dan bisa dijalankan oleh tim manajemen, dan sistem tersebut bisa diduplikasi guna kepentingan ekspansi perusahaan.

Tidak ada batasan omzet yang baku lagi tentang kapan bisa memulainya. Tapi umumnya butuh kestabilan bisnis selama 10 tahun dengan omzet 50-100 Milyar, tergantung jenis usahanya.

Dengan adanya sistem maka perusahaan dengan tim manajemen sudah bisa berjalan sendiri dan lebih mudah menduplikasi bisnisnya, walaupun sosok pengusahanya masih cukup dominan. Tanpa kesiapan sistem, seringkali duplikasi bisnis hanya berakhir dengan duplikasi masalah.

Tidak semua jenis bisnis bisa naik ke Level 3, beberapa bisa naik tapi harus diubah model bisnisnya, atau di-merger/akusisi dengan perusahaan lain agar tercipta model bisnis yang lebih baik.

Perpindahan dari Level 2 ke Level 3 membutuhkan komitmen besar sang pengusaha untuk meninggalkan kenyamanan (complacency), akibat adanya birokrasi, pembagian kekuasaan, kontrol, bahkan pembagian kepemilikan.

Kredibilitas perusahaan di level ini juga jauh lebih baik, sehingga perusahaan bisa me-leverage dengan melipatgandakan nilainya, baik melalui pinjaman yang jauh lebih besar dari nilai asetnya, atau mendapatkan investor, baik private maupun public investor.

Perusahaan yang baru didirikan oleh perusahaan besar yang lain, biasanya langsung masuk level ini. Demikian juga startup yang baru mulai dan langsung mendapatkan pendanaan besar. Startup seperti ini biasanya melewati Level 1 dan 2 secara singkat. Mengapa? Karena mereka sudah memiliki sistem dan organisasi yang bisa diduplikasi.

4. Perusahaan Level 4: Corporation. Perusahaan Besar Skala Nasional.

Perusahaan Level 4 adalah korporasi yang tidak lagi tergantung owner, dan sudah bisa dijalankan penuh oleh profesional, mulai dari level tertinggi hingga terbawah, dengan sistem dan organisasi (Level 3) yang sudah teruji dan bisa diduplikasi dengan baik. Biasanya bisa dilakukan saat omzet perusahaan sudah di atas 500 Milyar.

Ekspansi perusahaan pun bisa berjalan dengan baik, bahkan ekspansi cukup dilakukan manajemen level menengah. Ciri lainnya adalah organisasi di perusahaan sudah berlapis-lapis sehingga pengkaderan dan regenerasi stafnya sudah bisa berjalan dengan baik secara internal dan mudah mencari talent/profesional karena jenjang karier dan pengembangan organisasinya menjanjikan.

Perusahaan level ini biasanya sudah lebih terkenal dan “lebih besar” dibanding pendirinya, dan biasanya sudah dimiliki bukan hanya oleh 1 pihak/keluarga. Seringkali sudah merupakan perusahaan publik, walaupun masih ada pemegang saham pengendali.

Oya, Perusahaan Level 4 bisa berumur lebih panjang daripada pendirinya, bahkan biasanya berumur sampai beberapa dekade. Suatu ketika pendiri atau salah satu owner meninggal, perusahaan bisa tetap berjalan dengan baik. Saham pemilik bisa diwariskan tanpa harus si ahli waris memiliki keahlian wiraswasta atau mengelola bisnis. Menjual perusahaan juga lebih mudah karena pembelinya bisa dari seluruh dunia.

5. Perusahaan Level 5: Global Corporation. Perusahaan Raksasa Skala Global

Perusahaan Level 5 adalah perusahaan yang sudah fully corporatized, perusahaan publik berukuran besar, beromzet di atas 5 Trilyun, yang tidak lagi ada pemegang saham mayoritas, dan sudah beroperasi secara global paling tidak di 1/3 dunia (50 negara) dan telah berjalan selama beberapa dekade. Ini jenis perusahaan yang too big to fail.

Perusahaan macam Unilever atau P&G misalnya. Ownernya tidak lagi kita kenal dan tidak lagi terlibat dalam penentuan visi dan strategi, apalagi operasional perusahaan. Hanya sedikit perusahaan seperti ini di dunia, dan bisa dibilang di Indonesia belum ada.

Perusahaan Anda level berapa?

Akibat Kurang Ngopi…

Oleh: Ahmad Sadat

“Rasanya ada yang kurang Bro,” kata temen saya waktu mampir ke kantor pribadi saya di rumah, “Sekarang rasanya ane jadi kurang kreatif gara-gara kurang ngopi”

Teman yang bekerja sebagai marketing manager di sebuah perusahaan besar ini merasa dia jadi kurang kreatif sejak pandemi. Salah satunya akibat kurangnya waktu ngopi dan nongkrong bareng temen.

Ada yang merasakan hal yang sama? 😊

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa interaksi yang tidak direncanakan atau tidak formal dengan teman dekat, teman kantor, kenalan, bahkan orang asing, terbukti bisa memicu kreatifitas. Seringkali suatu ide brilian muncul di pertemuan informal, bukan di rapat formal dan resmi.

Suasana yang santai, pemandangan orang lalu lalang, musik latar, furniture yang artistik, suasana
agak berisik dan tawa dari meja sebelah, membuat otak kanan kita semakin aktif. Dan kreatif.

Tentu saja tidak setiap kali nongkrong di cafe akan muncul ide-ide cemerlang. Kadang setelah beberapa kali pertemuan dan ngobrol santai yang tidak berhubungan satu sama lain, baru ada inspirasi baru. Secara tiba-tiba. Sesuatu yang juga tidak bisa kita dapatkan dari chat online atau video call, walaupun dilakukan berkali-kali dan dalam suasana yang santai pula.

Dengan terbatasnya pembukaan kantor, restoran, cafe, dan mall, terbatas juga kesempatan mendapatkan momen “Aha!” tersebut. Ada banyak hal yang hilang bersamaan dengan hilangnya kesempatan nongkrong selama pandemi, di luar kerugian yang dialami si pemilik cafe dan restoran.

Apakah kita mulai rindu ngantor seperti dulu lagi?

Sebuah survey terbaru menunjukkan bahwa bekerja dengan fleksibel dan tidak harus ngantor tiap hari, tetap merupakan pilihan 70% pekerja, sebelum maupun sesudah pandemi. Artinya bahkan setelah setahun pandemi, orang tidak juga jadi kangen suasana kantor, atau nongkrong setelah ngantor bersama teman-teman, sambil makan malam, sampai malam.

Namun di saat yang sama, tetap ada kerinduan untuk bisa bertemu langsung dengan orang lain, bercengkerama dengan sahabat dan saudara, bahkan kerinduan untuk sekedar melihat keramaian sekitar, kerinduan akan suasana baru. Kesempatan yang hilang seketika di saat pandemi.

Selain suasana baru, di cafe juga banyak racikan kopi yang lebih enak daripada kopi di rumah, dengan berbagai pilihan rasa dan aroma, juga pilihan pastry dan makanan yang dihidangkan hangat, yang semuanya memang lebih enak bila dimakan di tempat 😋 😋

Mudah-mudahan tahun ini kita sudah akan lebih leluasa nongkrong di kafe lagi (walaupun masih harus pakai masker). Menikmati suasana kerja yang lebih vaiatif dan mendorong kreatifitas sambil tetap menikmati keunggulan bekerja jarak jauh yang mulai menjadi norma baru dalam dunia kerja.

Selamat ngopi ☕

Memberdayakan Orang

Oleh: Ahmad Sadat

Saya mau berbagi tips singkat cara memberdayakan anak buah. Ini terutama bermanfaat untuk staf/karyawan yang kurang berdaya alias kurang inisiatif – baik karena level/kewenangannya, atau karena kebiasaannya. Tujuannya agar mereka lebih berinisiatif dan terbiasa mengambil keputusan.

Semakin banyak mereka memutuskan – atau minimal menyarankan suatu keputusan – maka kemampuannya akan semakin meningkat, dan semakin banyak kita mendelegasikan tugas dan kewenangan kita, maka kita akan semakin bisa fokus pada hal-hal yang lebih penting.

Kita mulai dengan memahami 5 level inisiatif:

Level 1. Menunggu (diam saja sampai ada perintah). Ini level paling menyebalkan.

Level 2. Bertanya (“Apa yang bisa saya lakukan pak/bu?” Atau “Ada masalah ini pak/bu, bagaimana ya solusinya?”). Ini sudah mendingan, tapi masih menyebalkan kalau akhirnya segala macam harus kita yang memutuskan.

Level 3. Mengusulkan (“Bagaimana kalau kita atasi dengan cara seperti ini pak/bu?”). Ini level minimal untuk membuat organisasi jalan dengan lancar.

Level 4. Mengambil keputusan dan segera melaporkan. Ini level minimal untuk seorang supervisor atau manajer.

Level 5. Mengambil keputusan dan melaporkannya secara berkala (misalnya dalam rapat mingguan atau bulanan).

Organisasi kita akan melempem bila tim kita kebanyakan berada di level 1 dan 2. Jadi minimal mereka harus berada di level 3. Dan bertahap naik ke level 4 dan level 5 (ini adalah level dimana kita sebagai pemimpin sudah jauh lebih efektif karena kita akan hanya fokus pada hal-hal yang lebih strategis).

Bagaimana caranya? Biasakan agar mereka selalu menjalankan metode “Empat Langkah Pelaporan”, dan menjadikannya sebagai standar:

Kuncinya: Dilarang melaporkan masalah tanpa usulan solusi!

Jadi setiap kali lapor, formatnya harus demikian kira-kira:

1. Pak/Bu, ini ada masalah (sampaikan masalahnya)
2. Ini alternatif solusinya (berikan minimal 2 atau 3 solusi).
3. Menurut saya sebaiknya kita ambil solusi yang ini (misal solusi B), karena alasan ini (jelaskan).
4. Menurut Bapak/Ibu bagaimana?

Simpel kan?

Saking simpelnya, metode di atas bahkan bisa diajarkan kepada seseorang di level terbawah sekalipun. Adakan meeting khusus membahas ini. Dan bisa jadi di awal-awal pelaksanaannya kita mungkin akan perlu beberapa kali mengingatkan dan meluruskan, tapi perlahan-lahan mereka akan terbiasa. Pastikan kita selalu mengapresiasi mereka bila melakukannya, dan jangan menghakimi keputusan atau saran dari mereka – bila saran tersebut salah atau bahkan terkesan konyol – namun luruskan keputusan/pilihan tersebut dengan menyampaikan pertimbangan yang sesuai.

Bila semua orang terbiasa memberikan laporan seperti ini, maka akan menghemat banyak waktu untuk problem solving. Meeting juga lebih efisien karena kita tinggal memilih solusi A, B atau C. Atau bisa jadi kita lebih memilih alternatif lain yang lebih baik, dengan berbagai pertimbangan.

Ini cara sederhana memberdayakan tim. Dan yang terpenting: tidak akan lagi terjadi pendelegasian dari bawah ke atas. Bila mereka terbiasa dengan 4 langkah di atas (Level 3), maka berikutnya mereka akan lebih berani naik ke level inisiatif ke 4 dan seterusnya.

Semoga bermanfaat

Gambar: Aidia Grande Hotel, Metro, Lampung

Memanfaatkan Momentum

Oleh: AM. Sadat

Ceritanya, kami sedang melakukan proses Go Public/IPO salah satu anak usaha. Setelah kick off meeting dengan semua profesi penunjang, kami dihadapkan pada pilihan metode restrukturisasi: memilih entitas mana yang akan dijadikan emiten, serta bagaimana struktur yang tepat.

Cukup kompleks karena harus mempertimbangkan banyak hal. Mulai model bisnis terbaik bagi perusahaan, valuasi tertinggi bagi pemegang saham, manfaat bagi para stakeholder, pertimbangan potensi/konsekuensi pajak, proses akuisisi dan/atau merger yang paling efisien, hingga waktu yang paling masuk akal.

Seringkali memutuskan hal seperti ini butuh waktu hingga 1 atau 2 bulan karena harus mempertimbangkan banyak hal dan berkonsultasi dengan banyak profesi. Tapi ternyata kami bisa memutuskan hanya dalam waktu 2 minggu saja.

Kok bisa?

Berkat Zoom meetings. Di mana kami bisa meeting dan koordinasi kapan saja, dengan waktu yang fleksibel. Beberapa kali meeting diadakan dengan pihak-pihak terkait yang sedang berada di luar kota bahkan di luar negeri. Meeting tetap bisa diadakan, informasi didapat, dan keputusan bisa diambil. Saya bayangkan betapa rumitnya seandainya proses IPO ini kami lakukan 2 atau 3 tahun lalu.

Pandemi memaksa kita untuk maklum dengan kondisi yang serba terbatas. Tiba-tiba semua orang familiar dengan video conference, dan kita terbiasa menelaah, mengedit dan membagikan dokumen secara online. Kita jadi terbiasa mengambil kesimpulan atau keputusan melalui video conference. Hal yang dulu seakan-akan hanya “sah” bila dilakukan dengan pertemuan tatap muka.

Dengan singkatnya beberapa proses pengambilan keputusan membuat kami optimis bahwa proses IPO ini bisa kita selesaikan dalam waktu 6-8 bulan seperti yang kita rencanakan. InsyaAllah. Jauh lebih singkat dari biasanya yang membutuhkan hingga 1 tahun, bahkan lebih.

Ini adalah salah satu berkah pandemi. Atau tepatnya, berkah karena bisa memanfaatkan momentum pandemi.

Sebenarnya keputusan mempercepat Go Public – yang rencana semula di tahun 2025 – menjadi tahun ini juga merupakan berkah pandemi. Hasil memanfaatkan momentum juga. Akibat pandemi, beberapa alternatif pendanaan yang semula kita andalkan untuk ekspansi perusahaan tidak tercapai, sehingga Manajemen terpaksa putar otak, hingga akhirnya ketemulah solusi Go Public melalui IPO ini. Pilihan yang cukup nekad. Tapi kami yakin karena merasa cukup siap. Memang bukan IPO besar karena nilainya di bawah 50 Milyar (Papan Pengembangan), tapi tetap merupakan pencapaian besar bagi perusahaan.

Beberapa praktisi pasar modal menyatakan bahwa IPO di saat pandemi ini merupakan pilihan yang tepat karena banyaknya dana yang mengguyur pasar modal Indonesia. Terbukti dengan kembalinya nilai IHSG ke level sebelum pandemi, dan meningkatnya investor lokal hingga 3,8 juta (naik 50% atau lebih besar dari penambahan 4 tahun terakhir), dan peningkatan transaksi harian di pasar modal mencapai 9T atau naik 32% dibanding tahun sebelumnya. Selain itu Indonesia juga mencatat rekor IPO terbanyak di Asia Tenggara dengan mencatatkan 51 emiten baru sepanjang 2020.

Bagi perusahaan, proses IPO ini akhirnya dijadikan momentum untuk sekaligus memperbaiki sistem operasional yang memang sudah kita tata dengan serius selama 2 tahun terakhir. Bersamaan dengan itu, perusahaan juga berhasil mencatatkan beberapa prestasi besar selama setahun terakhir. Yang akhirnya semuanya menciptakan momentum, bersamaan dengan perubahan status menjadi perusahaan publik.

Seperti kita ketahui, keberhasilan bisnis sangat ditentukan oleh faktor-faktor seperti ide bisnis, modal, tim/eksekusi, bisnis model dan momentum. Dan diantara itu semua, kemampuan memanfaatkan momentum merupakan faktor yang paling bisa melejitkan kesuksesan. Baru disusul faktor tim/eksekusi, model bisnis, modal, baru ide. Momentum adalah titik bertemunya peluang dengan kesiapan.

Tentu banyak cara memanfaatkan momentum – termasuk momentum pandemi ini. Bagi kami di Asiavesta Group salah satu yang akan kami lakukan adalah meng-IPO kan 2 anak perusahaan sekaligus di tahun ini. InsyaAllah. Ini sesuai dengan misi kami untuk mengembangkan anak usaha secara eksponensial, salah satunya melalui pasar modal. Semoga lancar. Amin.

“Aleesha, Ayo Pulang Nak!”

Oleh: AM. Sadat

(Ini cerita tentang sakitnya Aleesha – anak saya ke-5, usia 4 bulan – akibat Sepsis dan Miokarditis, sehingga harus menjalani perawatan selama 24 hari di RS)

Hari Minggu 13 Desember 2020. Awal Mula, Tanpa Gejala.

Aleesha minum ASI-nya berkurang, agak rewel dan tidak bisa tidur nyenyak. Besoknya dia jadwal vaksin, jadi sekalian diperiksa. Saat itu dokter tidak mencurigai apapun, hanya diduga perlu variasi makanan, jadi boleh dikasih makanan tambahan selain ASI bila perlu (sampai saat ini Aleesha masih ASI eksklusif). Senin malam dia tidurnya gelisah dan minumnya sedikit. Demikian juga hari Selasa. Kami mengira ini hanya efek vaksin.

Kondisi ini berlanjut sampai hari Rabu. Tidak ada panas/demam, tidak ada batuk pilek. Hanya tidak enak minum ASI dan tidak nyenyak tidur.

Hari 1. Rabu 16 Desember. Jam 1515. Kejadian Yang Tiba-tiba Itu.

Aleesha tiba-tiba sesak nafas. Saya pikir cuma karena alergi vaksin. Istri saya bergegas melarikan ke rumah sakit. Saya masih santai, shalat Ashar, ngeteh sambil menunggu kabar dari istri saya. Paling disuntik anti alergi sama dokter sudah sembuh, pikir saya. Saya pun lanjut bekerja, menunggu tamu untuk meeting.

Tiba-tiba istri saya telepon bilang kalau mereka sudah sampai RS dan  Aleesha harus dipasang ventilator!

Saya langsung bergegas menyusul. Di perjalanan saya sempat protes kepada dokter lewat telepon, kenapa harus dipasang ventilator. Dan saya  sangat terkejut setelah dijelaskan bahwa Aleesha bukan sesak nafas, tapi gagal nafas! Saat ini badannya sudah membiru karena kekurangan oksigen, kalau terlambat ditangani bisa gagal jantung bahkan beresiko meninggal! Langsung saya ngebut ke IGD. Sesampainya di sana Aleesha sudah tidak sadar, nafasnya tersengal-sengal, badannya seperti kejang. Beberapa dokter dan perawat sedang memberikan bantuan ventilasi pernafasan, dan berupaya mencari nadi untuk memasang infus.

Butuh hingga 2 jam sampai akhirnya berhasil memasang jarum infus, itupun harus dipasang di vena leher karena di tempat lain sudah tidak bisa ditemukan. Akibat dehidrasi, kata dokter. Setelah itu baru dipasang ventilator mekanik dengan selang langsung ke paru-paru (seperti yang dipakai orang-orang yang tidak bisa bernafas akibat Covid). Badan Aleesha sudah membiru dan panas tinggi hingga 39 derajat. Kami berdua hanya bisa berdoa terus, semoga segera tertangani. Setelah keadaan daruratnya mulai teratasi, sekitar jam 21, dia masuk ke ICU. Hasil tes Covid negatif. Sampel darah dan foto rontgen diambil untuk dianalisa.

Kami mulai lega dan berpikir paling cuma sehari dua hari di ICU, dan bisa segera pulang.

Hari 2. Kamis 17 Desember. Kesimpulan Yang Belum Meyakinkan.

Pagi itu kami berkonsultasi dengan dr. Harry Purwanto (Dokter Spesialis Anak/DSA Sub Spesialis Gawat Darurat), selanjutnya menjadi ketua tim dokter. Beliau mencurigai Aleesha menderita DM (Diabetes Mellitus) tipe 1 karena kadar gula darahnya mencapai 380! Normalnya 80-160. Sudah disuntik insulin dan antibiotik, karena diduga juga terjadi infeksi bakteri. Harus menginap lagi di ICU. Kami masih tenang, paling besok bisa pulang.

Besoknya kami berkonsultasi ke Dr. Aman Pulungan (DSA – Endokrin, ketua IDAI/Ikatan Dokter Anak Indonesia), tapi beliau belum memastikan DM karena gula darah mulai normal setelah dikasih suntikan insulin. Indikator lain masih belum baik dan belum stabil. Menginap lagi di ICU.

Hari Sabtu kondisi Aleesha mulai stabil. Kapasitas ventilator dan oksigen mulai dikurangi. Diperkirakan Senin bisa keluar ICU. Untuk menaikkan Hb yang drop (hanya 7 dari seharusnya 12), maka malam itu dilakukan transfusi darah.

Di saat inilah mulai terjadi drama. Saat dilakukan transfusi darah, tiba-tiba Aleesha kambuh lagi sesaknya, gagal nafas lagi, sehingga kekuatan ventilator harus dinaikkan maksimal. Kondisinya drop dan tidak sadarkan diri.

Hari 6. Minggu 21 Desember. Mulai Dari Nol Lagi.

Aleesha tetap hilang kesadaran, badannya panas, dan nafasnya berat. Gula darah melonjak lagi. Muncul pneumonia/radang paru. Dilakukan tes Covid lagi dan hasilnya tetap negatif.

Kali ini kondisinya kembali ke titik nol seperti sejak pertama kali masuk ICU. Atau bahkan lebih buruk. Dan hari-hari berikutnya satu-persatu berita buruk datang:

1. Hasil lab menunjukkan Aleesha menderita Sepsis (keracunan darah, dimana bakteri sudah  menyebar ke seluruh tubuh melalui darah dan mengakibatkan peradangan organ tubuh vital). Levelnya mencapai angka 9,5 alias Sepsis Parah  (normalnya di bawah 1). Bila mencapai 10 ke atas maka sudah Shock Sepsis yang biasanya ditandai dengan pendarahan di sebagian/seluruh organ penting tubuh.
2. Muncul Pneumonia (radang paru-paru) yang semakin lama semakin banyak. Hasil lab juga menunjukkan gangguan di liver dan ginjal, juga kandung kemih, akibat Sepsis yang sudah menjalar hampir ke seluruh tubuh. Saking parnonya dokter, Aleesha bahkan sampai dites Covid lagi ketiga kali dan hasilnya tetap negatif.
3. Aleesha juga menderita Miokarditis (peradangan otot jantung). Jadi jantung sisi kirinya membengkak dan ototnya melemah, sehingga penyaluran oksigen ke seluruh tubuh jadi terganggu. Miokarditis menyebabkan jantung tidak bisa mengalirkan darah ke organ lainnya. Kombinasi Sepsis dan Miokarditis ini memperparah gangguan organ lain seperti paru-paru, liver, ginjal dan lain-lain.

Karena beratnya penyakit, akhirnya dr. Harry mulai  berkonsultasi dengan beberapa dokter anak sub spesialis lain seperti jantung, metabolik, paru-paru, hepatologi, dan lainnya. Kami juga berkonsultasi dengan Prof. Amin Subandrio (Kepala Laboratorium Eijkman). Sampai akhir pengobatan, tidak kurang dari 12 dokter spesialis anak dengan beragam sub spesialis  yang terlibat menangani. Mulai dari paru-paru, jantung, endokrin, metabolik, hepatologi, mikrobiologi, fisioterapi dan sebagainya.

Sejak hari Minggu sampai Rabu, kondisi Aleesha makin hari makin memburuk. Semua indikatornya cenderung menurun. Bahkan dari sekian banyak dokter sub spesialis yang kami konsultasi, semuanya heran kenapa bisa Aleesha yang semula sehat bisa kena infeksi ganas dengan hampir tanpa gejala sebelumnya. Berkali-kali kami harus menjelaskan ulang kronologi kejadian ke semua dokter, dan semuanya tidak berhasil menemukan kesimpulan yang jelas tentang kenapa bisa terjadi. Intinya sekarang Aleesha menderita infeksi ganas akut yang berkembang menjadi Sepsis, dan menyebabkan gangguan di semua organ penting tubuhnya.

Sejak hari Sabtu malam Aleesha juga belum sadar, nafasnya terus terengah-engah, dan badannya bengkak akibat cairan yang tidak bisa dikeluarkan dengan sempurna. Ventilator dan peralatan penunjang hidup lainnya terus dipasang pada level maksimal.

Setiap hari setelah Subuh kami bergegas berangkat ke RS, menunggu di ruang tunggu ICU, sementara Aleesha ada di dalam. Yang bisa kami lakukan hanya menunggu para dokter visit dan kemudian memberikan penjelasan tentang kondisinya, dan apa yang akan dilakukan, sesuai bidang keahlian masing-masing. Setiap hari. Waktu senggang kami gunakan untuk mengaji dan berdoa. Dan makan. Dan semua makanan terasa hambar. Dan menangis. Malamnya kami pulang dalam keadaan lelah. Dan kami berdua sudah tidak tahu harus bagaimana lagi. Kami hanya bisa saling menguatkan satu sama lain. Demikian setiap hari.

Hari 9. Kamis 24 Desember. Pasrah Dalam Arti Yang Sebenarnya.

“Dok, anak saya apa masih bisa sembuh? “, tanya saya kepada Dr. Harry. Saat saya menanyakan ini, air mata saya berlinang, juga istri saya yang duduk di sebelah. Dr. Harry terdiam. Hanya menggerakkan mouse komputernya. Suster di sebelahnya juga terdiam.

“Kalau tidak ada harapan, kami sudah ikhlas Dok, yang penting lakukan yang terbaik buat dia. Tapi apapun hasilnya, kami ikhlas”, saya  menangis. Tangan saya menggenggam tangan istri yang juga menangis. Entah sudah berapa banyak air mata yang tertumpah sejak Aleesha masuk rumah sakit minggu lalu.

“Kami gak tega melihat dia menderita Dok”, kata saya melanjutkan. Dan kami makin menangis sesenggukan. Betapa kasihannya anak usia 4 bulan yang saat ini hidup dengan dukungan peralatan medis lengkap, antara sadar dan tidak, sendirian di ruangannya, tidak bisa kami temani, harus menerima  sekian banyak antibiotik, padahal selama ini cuma minum ASI. Nafasnya sesak, badannya bengkak, dan… Entahlah, kami kasihan melihatnya. Belum lagi kondisi organ dalamnya yang hampir semuanya terganggu dan tidak berfungsi normal.

“Kita coba yang terbaik ya Pak. Saya sudah berkonsultasi dengan semua dokter terbaik yang saya kenal. InsyaAllah masih ada jalan”, kata Dr. Harry.

Malam sebelumnya, seperti biasanya kami menyempatkan shalat malam bersama anak-anak, dan hari itu, saya dan istri sudah sampai pada titik bahwa kami harus ikhlas atas apapun yang terjadi pada Aleesha. Kami hanya ingin agar dia segera pulang. Segera kembali. Terserah Allah mau memulangkannya ke mana: ke rumah kami, atau ke rumah-Nya. Saya mengajak istri dan anak-anak kami lainnya untuk mengikhlaskan, seandainya Allah berkehendak untuk mengambil Aleesha. karena kami yakin kalau Aleesha meninggal, dia akan langsung masuk surga.

Kami yakin sudah berusaha semaksimal mungkin, dan kami ikhlas kalau Allah berkehendak untuk mengambilnya. Mungkin memang kami dititipi Aleesha hanya untuk 4 bulan saja, untuk sekedar melengkapi kebahagiaan kami,  ayah, ibu, dan keempat kakaknya yang sangat menyayanginya. Bisa jadi sekarang sudah waktunya dia kembali ke pemilik yang sebenarnya.

Kami sadar, kami tidak pernah meminta anak, dan sangat berbahagia saat mengetahui istri saya hamil lagi setelah 9 tahun, di usianya yang sudah tidak muda lagi. Dan kami harus ikhlas karena anak – juga  harta – hanyalah titipan. Hanya amanah.

Namun bila Allah berkehendak untuk mengembalikan Aleesha ke kami, kami siap untuk menjaga amanah ini. Dan akan melakukan upaya terbaik apapun untuk menyembuhkannya, dan menerima apapun kondisinya.

Malam itu setelah berkonsultasi dengan dr. Harry kami menjenguk Aleesha lagi. Rupanya dia mulai sadar. Pertama kali membuka mata sejak hari Minggu. Kondisinya sangat menyedihkan, seluruh badannya makin bengkak, berat badannya naik dari 6,3 menjadi 7,5 kg – hanya dalam waktu seminggu. Nafasnya masih  tersengal-sengal. Tangannya penuh dengan kabel dan selang. Juga mulut dan hidungnya. Suaranya tidak bisa keluar karena pita suaranya tertekan selang ventilator. Dia hanya bisa membuka matanya. Tapi yang terdengar hanya bunyi tiit-tiit-tiit dari berbagai monitor dan peralatan penunjang hidupnya. Entah apa saja namanya.

Dan saat itulah saya menguatkan diri untuk bilang padanya: “Adik, segera sembuh ya, segera pulang. Terserah adik mau pulang ke mana, mau pulang ke rumah atau ke Surga”, dan tangis kami pun kembali pecah.

Entah kenapa malam itu rasanya plong sekali. Walaupun kami menangis hampir sepanjang malam hingga kami tertidur karena kelelahan, tapi kami betul-betul pasrah. Pasrah pada ketentuan Allah. Apapun itu. Yang penting kami sudah berusaha. Semaksimal mungkin. Dan kami yakin Allah pasti akan memberikan yang terbaik. Pasti.

Hari-hari berlalu. Hati kami sudah plong. Hari itu dan beberapa hari berikutnya dokter terus berusaha  melakukan pengobatan. Antibiotik dan obat-obatan lain sampai beberapa kali diubah dan disesuaikan. Beberapa dokter melakukan pemeriksaan khusus untuk mencari penyebab sakitnya, bahkan sampai harus mengirim sampel darah ke luar negeri.

Dokter juga memutuskan untuk melakukan transfusi darah lagi karena Hb-nya adik drop sampai 6, dan kesadarannya naik turun.  Juga melakukan transfusi Immunoglobulin (plasma darah yang biasanya diberikan pada pasien Covid). Pilihan yang beresiko mengingat saat transfusi sebelumnya kondisi Aleesha langsung drop. Tapi bila tidak ditransfusi maka kondisinya akan makin buruk karena Hb-nya cenderung turun.

Kami pasrah. Apapun hasilnya.

Hari 12. Minggu 27 Desember. Ketika Allah Berkehendak.

Pagi itu, Aleesha terlihat membaik. Mulai melek lagi. Dan bengkak di  wajahnya mulai berkurang. Transfusi darahnya membawa hasil. Juga antibiotiknya. Menurut dokter kondisi klinisnya mulai membaik, kecuali jantung, liver dan ginjal yang masih bermasalah. Kami sangat bahagia. Harapan itu muncul kembali. Alhamdulillah.

Malam itu Aleesha demam dan sesak nafas lagi sehingga ventilator pun harus disetel maksimal lagi. Tapi ternyata besoknya hasil pemeriksaan darah Aleesha menunjukkan Sepsis mulai tertangani, walaupun belum normal. Miokarditis juga masih belum membaik, tapi juga tidak memburuk. Juga di paru-parunya masih banyak slem/lendir, dan masih ada peradangan.

Hari-hari berikutnya, Aleesha mulai membaik. Baik kondisi fisiknya maupun kondisi klinisnya.

Pagi itu, hari Kamis, sehari sebelum Tahun Baru, setelah shalat Subuh, HP saya berdering, di layar tertulis nomor rumah sakit, langsung saya angkat,”Halo?”

“Dari ICU pak, Dokter jaga mau bicara.”

Deg! Ya Allah ada apa lagi ini?

Setelah memperkenalkan diri, sang dokter mulai menyampaikan, “Kondisi anak Aleesha  belum membaik Pak, tadi malam masih demam dan ventilator masih disetel di angka 50”, saya langsung lemas mendengarnya.

Berikutnya dia menyampaikan beberapa penjelasan tentang tidak stabilnya kondisi Aleesha, saya mendengar dengan seksama sambil menunggu kesimpulan dan usulan apa yang akan disampaikan. “Jadi kami berencana untuk melepas ventilator, karena ada kasus beberapa pasien justru membaik setelah ventilator dilepas, selama indikator-indikator tertentu sudah ada perbaikan. Tapi kalau ternyata pasien mengalami gagal nafas lagi, terpaksa harus dipasang lagi ventilatornya. Apakah Bapak setuju?”

Entah kenapa saya langsung setuju. Pilihan yang sangat beresiko. Tapi saya setuju.

Pagi itu kami bergegas ke RS. Dan kami harap-harap cemas dan memohon kepada Allah agar Aleesha bisa bertahan tanpa ventilator. Dan… Ternyata hingga malam itu dia baik-baik saja! Dan sampai besoknya pun dia tetap bertahan tanpa ventilator, cukup dibantu oksigen saja. Alhamdulillah.

Hati kami mulai berani berharap bahwa Aleesha akan benar-benar sembuh. Dan benar juga, beberapa hari berikutnya datang kabar baik tentang Sepsis yang mulai menurun signifikan, fungsi ginjal dan liver yang mulai membaik. Juga kondisi jantungnya yang sudah lebih baik. Alhamdulillah.

Dan akhirnya setelah 21 hari di ICU, tanggal 6 Januari Aleesha bisa dirawat di kamar. Bisa ditemani langsung oleh ibunya. Sempat naik turun kondisinya tapi berangsur-angsur pulih. Selang infus dan kateter akhirnya dilepas. Dan setelah menjalani 3 hari di kamar perawatan akhirnya Aleesha pulang ke rumah, tanggal 9 Januari.

Namun karena reflek menelannya masih belum bagus akibat kelamaan di ICU, terpaksa dia masih harus menggunakan selang NGT/sonde. Yaitu selang untuk memasukkan ASI langsung ke lambung secara perlahan, tiap 3 jam sekali  selama 1 jam setiap kali pemberian. Hal ini cukup wajar terjadi di bayi, karena lama di ICU dan “keenakan” menerima ASI lewat selang maka dia jadi “lupa” caranya minum ASI lewat mulut.

Jadi sementara pakai NGT di rumah – agar kebutuhan ASI terpenuhi jumlahnya – dia juga dilatih agar bisa minum ASI secara langsung, atau pakai botol. Bila berjalan lancar, mestinya NGT bisa dilepas dalam 1-2 minggu. Dan selama itu maka saya dan istri harus stand by 24 jam sebagai perawat anak kami. Alhamdulillah.

Beberapa pelajaran yang kami ambil dari kejadian ini:

1. Walaupun bisa dibilang sudah sembuh, penyebab sebenarnya dari sakitnya Aleesha ini masih belum terpecahkan. Dari mana dia terinfeksi? Kenapa tidak ada demam atau gejala sebelumnya? Kenapa langsung terjadi gagal nafas? Kami masih akan berkonsultasi lagi dengan beberapa dokter untuk memastikan tidak ada efek jangka panjang dari sakitnya, atau kelainan tertentu yang melatarbelakanginya. Dan agar kesehatan Aleesha bisa kembali bahkan lebih baik dari sebelumnya. Amin.
2. Jangan remehkan gejala sakit pada bayi. Aleesha sama sekali tidak panas, batuk atau sesak. Bahkan sebelum masuk RS dia hampir tidak pernah sakit, kecuali demam setelah diimunisasi. Tapi ternyata tidak nyenyak tidur dan tidak mau menyusu/makan juga merupakan gejala yang perlu diwaspadai.
3. Biasanya saya jarang membagikan kesedihan di medsos. Tapi kali ini kami sudah merasa sedemikian beratnya, sehingga kami memutuskan untuk minta doa dan dukungan dari semua orang, semua teman, lewat IG/FB/WA di hari ke-5  Aleesha di ICU. Alhamdulillah, ternyata rezeki itu beragam bentuknya. Salah satunya adalah mengalirnya doa dan dukungan dari entah berapa banyak orang. Kami sangat terharu dan merasa dikuatkan. Sangat-sangat berarti bagi kami yang sedang berjuang. Terima kasih. Jazakumullah ahsanal jaza. Hanya Allah yang bisa membalasnya.
4. Kami merasakan sekali, betapa berharganya memiliki pasangan dan  keluarga yang saling mendukung, saling menguatkan, saling menghargai, di saat senang maupun susah. Juga teman-teman dan keluarga yang selalu mendoakan dan memberikan dukungan. Entah seberat apa beban psikologis yang harus kami tanggung bila kami tidak memiliki itu semua. Alhamdulillah.
5. Usaha yang maksimal dan pantang menyerah, dibarengi dengan kesabaran, keyakinan akan pertolongan Allah, dan disertai dengan hati yang ikhlas dan pasrah. Dan tetap berdoa. Dan tetap bersedekah. Dan tetap bersyukur, karena seberat apapun cobaan yang menimpa kita, pasti lebih banyak nikmat dan keberkahan dari Allah yang sudah  kita terima. Dan kita harus yakin pasti Allah akan menunjukkan hikmah yang besar dari semua kejadian yang menimpa kita, bila kita bersabar. InsyaAllah.

Keterangan foto: Aleesha dengan selang NGT-nya

Minum Kopi 1-2 Cangkir Sehari Menyehatkan. Benarkah?

Oleh: Ahmad Sadat

Pernah dengar imbauan minum kopi itu menyehatkan? Bahkan kita disarankan minum kopi 1 sampai 2 cangkir sehari, untuk menjaga kesehatan. Tapi di sisi lain kita beberapa kali melihat orang-orang yang menderita darah tinggi yang berakibat ke stroke dan sakit jantung atau sebagainya, yang salah satunya diakibatkan kebiasaannya kebanyakan minum kopi.

Jadi apa yang salah dengan imbauan ini? Apakah benar minum kopi itu baik bagi kesehatan atau malah sebaliknya buruk untuk kesehatan?

Berdasarkan beberapa sumber dan pengamatan, ternyata pernyataan bahwa minum kopi itu sehat, adalah benar. Saya juga mengalaminya sendiri. Saya penggemar kopi yang biasa minum 1-2 cangkir sehari dan Alhamdulillah tidak ada masalah. Bahkan saya merasakan manfaat kesehatannya.

Jadi kenapa beberapa orang bermasalah karena kopi? Ternyata masalah utama adalah pemakaian gula. Bisa dipastikan orang yang minum kopi dan mendapatkan masalah adalah peminum kopi dengan gula. Jadi masalah sebenarnya adalah gulanya. Yang bila diminum dengan teh sekalipun pasti akan menimbulkan masalah. Dalam jangka panjang.

Tentang bahaya gula ini sudah sangat sering dibahas, dan memang merupakan penyebab banyak sekali penyakit. Terutama yang berhubungan dengan diabetes dan kardiovaskuler. Intinya bila kita ingin sehat (dan tidak kegemukan) maka gula harus dihindari. Sama sekali. Karena tanpa minum minuman dengan gula pun kita masih akan tetap makan gula dari sumber lain. Nasi, kue, cemilan dan bumbu-bumbu makanan kita biasanya sudah mengandung gula.

Kembali pada anjuran di atas, kopi baru benar-benar bermanfaat bila diminum tanpa gula (bahkan tanpa susu, khususnya bagi orang yang kemungkinan bermasalah dengan laktosa). Minum kopi dengan cara ini akan membuat kopi benar-benar bermanfaat untuk menjaga kesehatan karena melancarkan peredaran darah serta meningkatkan konsentrasi dan kinerja otak.

Selain gula, yang juga penting apakah kita minum kopi asli atau instan. Saya temukan banyak sekali orang yang bermasalah karena minum kopi, ternyata mereka minumnya kopi instan. Dan manis. Ini malah dua kali masalahnya. Sudah kopinya kopi instan, plus gula lagi!

Saya tidak menemukan referensi resmi tentang kandungan/komposisi dari kopi instan. Konon dalam satu takaran/sachet kopi instan (20 gram), hanya berisi 20-30% kopi, sementara 50%-60% adalah gula dan sisanya adalah bahan-bahan campuran lain (penguat rasa, filler, krimer dan lain-lain) yang sangat mungkin mengandung bahan kimia. Pantesan kopi instan per sachet harganya cuma 1000 rupiah. Bandingkan dengan harga kopi Arabica yang per 20 gram bisa mencapai 4000 rupiah.

Jadi wajar bila kita temukan banyak orang yang bermasalah karena kebanyakan kopi, dan ternyata yang mereka minum adalah kopi instan, dan manis. Atau teh manis. Sama saja.

Jadi mari kita biasakan minum kopi asli dan pahit, tanpa gula, tapi jangan lupa untuk selalu menyertai dengan senyum manis.

Selamat ngopi!

Jangan Diet!

Oleh: Ahmad Sadat

Banyak orang mengeluh gagal menjalankan program diet untuk menurunkan berat badan. Sebagian besar karena sulit mempertahankan kemauan untuk berdiet. Akhirnya yang terjadi adalah berat badan jadi seperti yoyo, naik turun gak jelas 😁

Saya juga mengalaminya. Beberapa jenis program penurunan berat badan saya coba, tapi selalu gagal, hasilnya bukan hanya seperti yoyo, beberapa jenis program diet bila ditinggalkan malah berat badan kita naik lebih tinggi daripada sebelumnya. Dan menyisakan kepanikan. Dan stres. Akibatnya makan makin banyak. Dan makin nambah berat badan 😳

Alhamdulillah saya berhasil menerapkan cara sederhana untuk bukan sekedar menurunkan berat badan, tapi merubah pola makan. Dan menjadikannya gaya hidup. Ini terinspirasi dari pola hidupnya mas Eko Desriyanto, yang disebut Mazhab Nopo-nopo Kerso Nanging Tanpo Sego (Bahasa Jawa, artinya, makan apa saja asal tanpa nasi). Sebenarnya ini modifikasi dari diet keto.

Salah satu jurus andalan mazhab ini adalah Ajian Serat Tinggi Rendah Kalori 😁. Simpel aja. Intinya kita boleh makan apa saja selama seimbang, dalam jumlah secukupnya, tidak berlebihan. Dan tidak usah ribet menghitung kalori. Yang penting tidak boleh makan nasi, atau sumber karbohidrat lain, apalagi yang mengandung gula.

Apa? Tidak kuat kalau tidak makan nasi? Oke, ikuti cara saya: Boleh makan nasi tapi belakangan saja, dan hanya 3 sendok. Jadi silakan makan lainnya, buah dan sayur, tempe, tahu, daging, ayam, ikan, apapun selain karbohidrat. Sampai agak kenyang. Awas jangan kekenyangan!

Stop!

Baru makan nasi. Tapi nasi hanya boleh 3 sendok saja. Dan dimakan terakhir, setelah kita agak kenyang. Hanya nasi putih, jangan dikasih sambal atau kuah agar tidak nagih. Ingat ya, takarannya hanya 3 sendok makan, bukan sendok pasir! 😜

Ini memberi sensasi kenyang, sekaligus menghindari kejang-kejang karena akibat tidak makan nasi (emang ada ya kejang karena gak makan nasi? 😜)

Di luar jam makan, hindari ngemil, atau kalau ngemil usahakan hanya makan buah. Hindari asupan karbohidrat dan gula. Saya tetap minum kopi dan teh, tapi tanpa gula.

Ini bukan program diet untuk menurunkan berat badan. Dan saya bisa melakukannya secara konsisten sejauh ini. Sudah setahun. Jadi bisa saya bilang sudah jadi kebiasaan. Sejauh ini berat badan saya sudah turun 4 kilo. Kelebihan dari pola makan di atas adalah kita tidak akan kelaparan karena masih makan nasi, walau dengan jumlah yang sangat sedikit.

Jurus kedua adalah: “Jurus sudah pernah”. Artinya setiap kali mau makan apapun, tolong diingat bahwa pasti kita sudah pernah makan sebelumnya kan? Atau minimal makanan yang sejenisnya. Jadi tiap kali mau makan tinggal katakan pada diri sendiri: “sudah pernah” (artinya makanan ini bukan sesuatu yang luar biasa, cuma salah satu makanan yang sudah pernah kita makan sebelumnya), agar kita tidak kalap makannya.

Biar lengkap, Madzhab ini punya jurus terakhir yaitu Puasa. Ya puasa 2 kali seminggu.

Gak kuat? Gak apa-apa. Saya juga. Sebagai gantinya, saya selalu stop makan jam 8 malam, dan baru makan berat lagi jam 12 siang keesokan harinya, tiap hari.

Gak kuat juga? Ya sudah, minimal jangan makan selama 12 jam. Jadi terakhir makan jam 6 misalnya, baru makan lagi besok jam 6 pagi. Minum air masih boleh, bahkan sangat dianjurkan (saya bisa minum sampai 1,5 liter infused water sehari). Intinya setiap hari perut harus istirahat selama minimal 12 jam. Ini akan sangat bermanfaat bagi kesehatan pencernaan kita.

Jadi apakah kita benar-benar tidak boleh makan karbohidrat sama sekali? Nggak juga sih. Saya tetap makan karbohidrat sekali seminggu. Bisa berupa nasi goreng, Indomie atau bubur ayam. Secukupnya saja, dan hanya bila betul-betul ingin.

Sekali lagi ini gaya hidup, bukan sekedar program diet atau pengaturan makan, jadi silakan menjalankannya secara konsisten dan terus menerus. Tanpa beban, dan tanpa target, tanpa batas waktu. Dan tentu saja, cocok buat saya, belum tentu cocok buat orang lain.

Mari jadikan makanan sebagai obat, agar jangan sampai kita harus menjadikan obat sebagai makanan.

Mendoakan Kebaikan bagi Orang Lain, Tanpa Kecuali

Oleh: AM. Sadat

.

Ini adalah vlog oleh Bapak Ary Ginanjar Agustian (ESQ 165) yang sepertinya dibuat sekedarnya dalam perjalanan beliau ke kantor. Pesannya simpel, tapi luar biasa. Intisari pelajaran beliau menjalani bisnis dan kehidupan.

Dalam hidup kadang kita berada di situasi yang sangat berat dan seakan sulit sekali menemukan jalan keluar. Pasti semuanya pernah mengalami. Entah masalah dalam pekerjaan, bisnis, hutang piutang, penyakit, masalah keluarga dan lain sebagainya.

Salah satu cara ampuh untuk keluar dari kesulitan adalah kita mendoakan kebaikan bagi orang lain. Di video diceritakan pengalaman beliau saat mengalami kesulitan yang sangat berat, maka siapapun yang ditemui pak Ary akan didoakan agar mendapat kebaikan. Ketemu orang kurus didoakan supaya gemuk, orang gemuk di doakan supaya sehat, orang miskin didoakan supaya kaya, orang kaya didoakan supaya sejahtera, dan seterusnya. Bahkan ada kucing lewat pun didoakan supaya dapat makan.

Saya sependapat dengan pak Ary – dan sudah membuktikan sendiri – bahwa mendoakan kebaikan bagi orang lain adalah kunci sukses dan cara ampuh keluar dari kesulitan. Mengapa?

1. Mendoakan kebaikan bagi orang lain berarti kita berpikir positif, dan optimis. Yakin pasti ada jalan keluar terhadap semua masalah. Dan bahwa masalah kita bisa jadi lebih ringan dari masalah orang lain. Tidak ada orang sukses yang hobinya berpikir negatif.

2. Mendoakan orang lain adalah bentuk lain dari bersedekah. Ya, bersedekah di saat kita mengalami kesulitan. Yang banyak sekali anjuran tentang ini.

3. Mendoakan kebaikan untuk orang lain artinya mendoakan buat diri kita sendiri. Semua kebaikan pasti akan kembali kepada diri kita sendiri, demikian juga keburukan yang kita lakukan pada orang lain. Kita percaya bahwa Allah sudah mengatur rizki semua orang, tanpa kecuali, tinggal kita benar membuka pintunya atau tidak. Kita percaya bahwa semua yang terjadi adalah merupakan takdir dan ketentuan Allah.

Cobalah sekarang juga. Doakan kebaikan kepada siapapun yang terlintas dalam pikiran kita, atau orang yang melintas di depan kita, saat ini. Doakan dengan tulus. Mohonkanlah kebaikan untuknya. Apapun kondisinya saat ini. Walaupun bisa jadi dia adalah orang tidak kita sukai, atau menyebalkan, atau pernah merugikan kita. Doakan saja.

Semoga Allah mendengar semua doa kebaikan kita dan semoga kita semua menjadi orang yang sukses dunia akhirat, bisa keluar dari segala kesulitan, dan bisa meraih kebahagiaan dunia dan akhirat. Amin.

Gagal karena “Mitos”

Oleh: AM. Sadat

Dulu saya pernah menyatakan bahwa saya tidak cocok untuk berbisnis properti atau real estate. Hal ini terjadi karena saya pernah salah dalam hal membeli beberapa properti, yang mengakibatkan kerugian. Sehingga saya menganggap bahwa saya tidak berbakat di bidang ini. Dan kalau melihat orang lain berbisnis properti dan berhasil, saya menganggap bahwa dia berhasil karena dia berbakat di bidang tersebut. Jadilah selama bertahun-tahun saya sangat menghindari bisnis di bidang ini, karena saya percaya bahwa saya tidak berbakat.

Singkat cerita di tahun 2006 kami memutuskan untuk pindah tempat tinggal, dari Surabaya ke Jakarta, karena bisnis kami akhirnya lebih berkembang di sini. Karena ini merupakan pengalaman besar dan sekali seumur hidup (bahkan kami menyebutnya “hijrah” – dalam arti yang sebenarnya), maka dimulailah misi untuk mencari rumah, yang sesuai dengan kebutuhan keluarga dan sekaligus kebutuhan bisnis.

Misi ini tentu saja diawali dengan penentuan visi dan tujuan yang jelas. Diawali dengan penentuan lokasi yang harus mendekati sekolah anak. Jadilah kami melakukan assessment terhadap kurang lebih 20-an sekolah di Jakarta. Setelah menemukan sekolah yang cocok, dilanjutkan dengan mencari tanah untuk rumah. Untuk itu kami melakukan due diligence lagi terhadap puluhan lokasi yang sesuai dengan kriteria, sehingga ketemulah lokasi rumah saya sekarang, yang saya dapatkan dengan harga hanya setengah harga pasaran.

Semua proses di atas memakan waktu kurang lebih 6 bulan, yang harus saya lakukan di sela-sela kesibukan pekerjaan. Sebuah perjuangan yang akhirnya membuahkan hasil yang cukup memuaskan sehingga kami bisa pindah ke Jakarta dengan gembira karena bisa mendapatkan sekolah dan tempat tinggal yang kami idamkan. Saat itu uang saya masih agak pas-pasang sehingga untuk membangun rumah, saya harus menjual rumah saya di Surabaya, sehingga sementara saya harus mengontrak rumah selama 3 tahun, waktu yang cukup untuk menjual rumah, dan membangun rumah baru, yang desainnya menyesuaikan dengan gambaran kami tentang rumah impian. Sebuah rumah yang sangat menyenangkan untuk kami tinggali, hingga saat ini. Alhamdulillah.

Oya, tiba-tiba saja saya berbakat dalam bisnis properti! Saya berhasil mencari properti yang harganya murah di lokasi terbaik, yang merupakan kunci utama untuk berhasil dalam bisnis ini. Singkat cerita, saat ini salah satu bisnis dan investasi yang berkembang di grup usaha kami adalah di bidang properti. Hilang sudah mitos tentang tidak berbakatnya saya di bisnis properti. Bayangkan seandainya saya masih mempercayai “kutukan” tersebut sampai sekarang. Bisa jadi saya melewatkan kesempatan yang luar biasa dalam mengembangkan bisnis.

Pelajaran pentingnya adalah kita harus selalu menantang paradigma kita sendiri, keyakinan kita sendiri. Harus selalu mempertanyakan benarkah apa yang kita yakini dan pikirkan itu sesuai dengan realita, atau seharusnya kita perbaiki? Dalam kasus saya, saya menemukan pencerahan akibat kepepet harus pindah rumah, yang Alhamdulillah, di tengah ketidakyakinan akan bakat bisnis yang saya miliki, saya bekerja keras untuk mencari lokasi rumah yang cocok. Tapi seharusnya kita tidak menunggu kepepet dulu untuk merubah paradigma kita.

Pelajaran kedua tentang kejelasan visi. Kesalahan saya dalam membeli beberapa properti sebelumnya adalah karena saya asal beli, tanpa kejelasan tujuan dan bahkan hampir tanpa melakukan due diligence, bahkan sering kali membeli secara emosional. Pada saat saya mencari rumah di Jakarta, saya memiliki visi yang jelas tentang apa tujuan saya. Demikian juga pada saat melakukan investasi properti saat ini, semuanya jelas. Tidak asal beli.

Pelajaran ketiga adalah tentang metode, kerja keras dan resilience (ketahanan). Jadi setelah sekian lama menekuni dunia investasi properti, cara yang sama tetap saya lakukan. Mencari dengan tekun dan teliti. Sama seperti cara klasik untuk melakukan penjualan, kira-kira dari kurang lebih 100 peluang, kita seleksi menjadi 10 atau 20 yang menarik untuk dilakukan due diligence mendalam, sehingga bisa menemukan kurang lebih 5 yang harus diseriusi untuk mendapatkan 1 hingga 2 deal terbaik. Tentu saja statistiknya tidak selalu seperti itu, tapi intinya kita harus bekerja keras untuk mendapatkan peluang terbaik. Di bisnis apapun, dan di profesi apapun.

Selamat berkarya.

Stop Membaca Poin-Poin di Slide Presentasi Anda dan Mulailah Bercerita

Oleh: AM. Sadat

Pasti kita semua pernah berada di suatu pertemuan di mana si pembicara berada di depan dan sepanjang presentasi, yang dia lakukan hanyalah membaca slide presentasinya. Semuanya dibaca. Mulai dari judulnya, sub judulnya, pembukanya, poin-poin isi materinya, dan bahkan semua kata-katanya (termasuk nomor halaman dan catatan kaki hehe). Persis sama.

Oh, biasanya ada juga tambahan kata semacam:

“Next….”
“Slide berikutnya …”
“Lanjut …”
Untuk memberikan aba-aba, karena slide-nya dioperasikan oleh seorang asisten sorot alias asrot. Ada sih beberapa selingan joke, tapi gagal 🤦‍♂️

Jangan-jangan Anda salah satu pembicara seperti di atas. Kalau ya, tolong hentikan. Karena cara seperti di atas dijamin membosankan, dan akan segera dilupakan. Dan yang terpenting, pesan kita tidak akan tersampaikan dengan cara demikian.

Banyak tips dan teknik presentasi. Tapi salah satu yang paling penting adalah ini: Jangan pernah membaca slide, tapi berceritalah. Kalau perlu, berceritalah tanpa slide presentasi sama sekali.

Lalu bagaimana kalau saya perlu bantuan slide presentasi? Silakan. Tapi jangan dibaca. Please!

Lakukan persiapan dengan baik. Lakukan latihan berbicara, berkali-kali. Hafalkan cerita yang akan Anda sampaikan, tapi jangan membaca slide. Tatap mata audiens Anda. Berkomunikasilah dengan mereka. Berceritalah.

Kalau isi slide kita menjelaskan tentang latar belakang masalah, berceritalah tentang bagaimana masalah yang terjadi dan membayangkan konsekuensi yang mungkin timbul bila tidak diatasi. Kalau slide kita menjelaskan tentang keunggulan suatu produk, berceritalah kenapa produk tersebut dibutuhkan dan bagaimana pengalaman orang menggunakannya. Kalau slide kita menjelaskan tata cara penggunaan, berceritalah tentang bagaimana sensasi yang timbul saat menggunakannya, misalnya. Intinya: berceritalah. Dan jangan membaca slide.

Bila kita sudah terbiasa mengandalkan cerita, biasanya kita tidak akan terlalu banyak menjejalkan kata dalam slide presentasi, tapi akan cenderung menggantinya dengan gambar. Gambar yang bisa Anda ceritakan. Gambar yang bercerita.

Ingat, terlalu banyak poin-poin di Power Point biasanya malah mengaburkan poin-poin penting yang akan kita sampaikan di poin-poin tersebut. Nah! 😁

Selamat bercerita 😊

Sinergi

Oleh: AM. Sadat

“Sinergi adalah suatu bentuk dari sebuah proses atau interaksi yang menghasilkan suatu keseimbangan yang harmonis sehingga bisa mendapatkan hasil yang optimum. Ada beberapa syarat utama penciptaan sinergi yakni kepercayaan, komunikasi yang efektif, feedback yang cepat, dan kreativitas.”

Itu salah satu definisi atau terorinya. Saya ambil dari Google. Dan agak perlu mikir untuk mencernanya.

Tapi ada cara mudah memahami sinergi, yaitu sebagai berikut:

1 + 1 = 3 atau lebih.

Artinya suatu kolaborasi yang kita lakukan – apapun itu – disebut sinergis bila pada akhirnya memberikan hasil yang lebih besar dari jumlah satuannya. Dalam contoh di atas, bila masing-masing pihak bekerja sendiri hasilnya 1, lalu pada saat bekerja bersama (1 + 1) hasilnya sama dengan 3, atau bahkan lebih.

Logikanya, kalau hasilnya hanya 2 (yang artinya masing-masing dapat 1), ngapain capek-capek kolaborasi? Kan kerja sendiri juga hasilnya segitu?

Hasil dari sinergi harus lebih besar dari hasil penjumlahan bagian-bagiannya. Artinya kita gak rugi berkolaborasi, karena untuk berkolaborasi pasti dibutuhkan usaha tambahan, kesabaran, juga proses, yang akan menguras energi, waktu dan sumber daya. Jadi kalau pengorbanan itu memberikan hasil ekstra (dalam contoh ini, minimal hasilnya 50% lebih banyak dibanding dikerjakan sendiri) maka effort tambahan tersebut jadi terbayar.

Sinergi yang bagus bukan hanya menghasilkan 3, tapi bisa jadi 4, 5, atau bahkan 10 dan seterusnya, sampai tidak terbatas. Artinya kolaborasi ini benar-benar memberikan dampak signifikan, jauh lebih baik dibanding kita bekerja sendiri, bisa jadi lebih baik baik dalam waktu pencapaian, atau energi yang dikeluarkan.

Kolaborasi dalam hal ini bisa dalam bentuk apapun, dalam pertemanan, berorganisasi, kerja sama bisnis, membangun perusahaan, bahkan membangun rumah tangga. Apapun.

Oya. Ada juga sinergi negatif, atau disebut anergi, yang matematikanya sebagai berikut:

1 + 1 = 1,5 atau bahkan kurang.

Ini salah satu bentuk kolaborasi yang cilaka, berkolaborasi tapi hasilnya malah lebih kecil dibanding bekerja sendiri.

Tentu saja hasil dari kolaborasi tidak bisa instan. Seringkali kolaborasi seakan menjadi beban di awal, namun bila kita menjalani prosesnya dengan benar maka hasil dari sinergi akan memuaskan. Kadang di awal terlihat seperti anergi, tapi seiring berjalannya waktu, sinergi mulai tercipta dan hasilnya mulai nampak.

Selamat berkarya.

Sedekah, Ibadah Spesial di Bulan Ramadhan

Oleh: AM. Sadat

“Wahai Tuhanku, sekiranya Engkau berkenan menunda (kematian)-ku sedikit waktu lagi, maka aku pasti akan bersedekah” (QS. Al Munafiqun: 10)

Ayat di atas menceritakan tentang orang yang (akan) meninggal, dan berharap Allah menunda waktu Kematiannya. Sebentar saja. Hanya agar dia bisa bersedekah.

Kenapa orang mau mati kok minta perpanjangan waktu untuk sedekah? Kok tidak pengen sholat, atau haji, atau umrah?

Para ulama sepakat menyatakan bahwa saat orang mau meninggal, dia akan diperlihatkan amalannya. Dalam hal ini akan terlihat besarnya pahala bersedekah, yang terus mengalir walaupun dia sudah meninggal. Juga diperlihatkan bahwa harta yang dimilikinya bisa menjadi malapetaka besar bila dia tidak bisa mempertanggungjawabkan penggunaannya.

Sedekah juga bisa meringankan sakaratul maut dan membuka pintu surga. Dan senang bersedekah adalah salah satu tanda diterimanya ibadah seseorang.

Bulan Ramadhan adalah bulan istimewa karena Allah akan melipatgandakan pahala untuk semua ibadah yang kita lakukan. Termasuk pahala sedekah.

Terutama bagi wanita, penting sekali untuk memperbanyak sedekah, ibadah yang tetap bisa dilakukan walaupun dalam keadaan menstruasi, saat dimana ibadah seperti sholat dan puasa tidak bisa dilakukan. Bersedekah bisa tetap dilakukan dan InsyaAllah pahalanya tetap berlipat ganda.

Mari bersedekah, khususnya di bulan mulia, bulan Ramadhan ini. Dan jangan lupa berzakat.

Apakah Nabi Muhammad Diutus Untuk Mengislamkan Semua Manusia?

Oleh: AM. Sadat

Jawabannya jelas tidak, karena tidak ada satu ayat atau hadits pun yang menyatakan demikian. Yang ada malah ayat ini:

“Kalau seandainya Tuhanmu menghendaki, tentu berimanlah semua manusia di bumi. Maka apakah engkau (Muhammad) akan memaksa manusia hingga mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya?” (QS Yunus 10:99).

Misi utama Nabi sebagaimana dijelaskan oleh Al-Qur’an, yaitu sebagai penebar rahmat, yaitu kasih sayang Allah bagi umat manusia, melalui ajaran Islam. “Dan tiadalah Kami (Allah) mengutus engkau (Muhammad), kecuali untuk menjadi rahmat bagi semesta alam” (QS. Al-anbiya 21/107).

Sementara dalam Hadits-nya Rasulullah bersabda: “Sesungguhya aku diutus untuk meyempurnakan akhlak yang mulia.” (HR Bukhari).

Banyak orang di jaman Nabi yang masuk Islam karena kagum dengan bagusnya akhlak beliau. Saking kagumnya, mereka pun ingin menjadi pengikut beliau, mengikuti ajarannya, yaitu agama Islam, bahkan sebelum mereka mengenal apa itu Islam.

Rasulullah telah menjalankan misinya dengan sangat baik, yaitu menebar rahmat melalui ajaran Islam, dan memperbaiki akhlak umatnya, salah satunya dengan memberi teladan berupa perilaku dan akhlak mulia beliau sendiri.

Semoga kita sebagai umatnya mampu meneladani dan melanjutkan misi tersebut sebaik-baiknya. Dan semoga shalawat serta Salam senantiasa tercurah kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad Shallallah alaihi wasallam. Juga kepada segenap keluarga dan sahabatnya. Amin.

Banyak bicara = Pandai berkomunikasi?

Oleh: AM. Sadat

Dulu. Dalam salah satu diskusi, seorang teman terkejut waktu saya mengaku bahwa saya adalah seorang introvert. Orang introvert cenderung sedikit bicara dan tidak suka bersosialisasi. Kebaikannya adalah tipe ekstrovert, alias banyak bicara dan suka bersosialisasi.

Teman saya ini tidak mengira saya introvert karena saya dianggap cukup cakap berkomunikasi, baik berkomunikasi secara pribadi, dalam kelompok ataupun pada saat saya harus berpidato.

Sebenarnya tidak ada hubungannya antara keterampilan komunikasi dengan apakah seseorang itu ekstrovert atau introvert. Ada orang yang ekstrovert tapi jauh dari definisi pandai berkomunikasi, karena kebanyakan omong tapi gak ada isinya alias omdo, dan akhirnya malah dijauhi orang. Sebaliknya, banyak orang introvert yang bisa menjadi komunikator yang andal.

Karena kunci utama dari komunikasi bukanlah bicara, tapi mendengarkan. Jadi bila kita ingin menjadi komunikator yang baik, pastikan kita menjadi pendengar yang baik. Belajarlah untuk mendengarkan. Ini langkah pertama, langkah terpenting alias core of the core 😊

Mendengar dengan sungguh-sungguh, mendengar dengan hati. Mendengar dengan empati, mendengar untuk mengerti, dan mendengar untuk memahami. Bukan pura-pura mendengar, bukan sekedar mendengar untuk menunggu giliran berbicara, apalagi mendengar untuk mencari celah kesalahan lawan bicara.

Teknik presentasi, public speaking, atau negosiasi akan lebih efektif bila kita jago dalam memahami sudut pandang orang lain. Bukan sebaliknya.

Begitulah. Tidak ada hubungannya antara ketrampilan mendengar dan bicara dengan tipe ekstrovert atau introvert. Karena ketrampilan komunikasi tidak ditentukan oleh banyaknya bicara, tapi ditentukan oleh banyaknya kita mendengar dan seberapa baik kita sebagai pendengar.

Karakter, Motivasi, Kompetensi

Oleh: AM. Sadat

Bicara tentang human behavior (perilaku manusia) maka kita akan selalu mendiskusikan tentang 3 hal yaitu:

  • Karakter. Sikap mental dan perilaku.
  • Motivasi. Yaitu keinginan dan ambisi dalam mencapai keinginan.
  • Kompetensi. Yaitu ketrampilan atau skill.

Gabungan atau irisan dari ketiga hal di atas akan memunculkan semangat untuk berjuang, dan sekaligus ketabahan dalam menghadapi tantangan. Semangat juang dan ketabahan inilah yang akan menentukan seseorang akan tetap berjuang sampai titik darah penghabisan, meraih keberhasilan, atau menyerah di tengah jalan karena merasa kelelahan dan putus asa.

Orang yang memiliki motivasi dan kompetensi yang tinggi, tapi tidak memiliki karakter yang bagus akan membuatnya tidak bisa dipercaya.

Atau orang denhan kompetensi tinggi dan karakter yang bagus, namun kurang memiliki ambisi atau motivasi juga akan kurang berjuang untuk mendapatkan sesuatu.

Demikian juga seseorang yang memiliki motivasi tinggi, karakter yang bagus, tapi kompetensinya rendah, bisa jadi akan gagal menjalankan tugasnya dengan baik.

Masing-masing orang memilki motivasi, karakter dan sekaligus kompetensi yang unik, dan merupakan bawaan, namun perlu terus dikembangkan sesuai dengan waktu, pengalaman dan kebijaksanaan sepanjang hidupnya.

Menemukan kombinasi yang tepat dari ketiga hal di atas akan membuat hidup kita dipenuhi dengan semangat juang yang tinggi. Dan sebaliknya, hidup akan terasa berat atau kurang menantang bila kita tidak menemukan motivasi, karakter dan kompetensi yang sesuai atau selaras.

Mana yang lebih penting, atau urutan prioritas dari ketiga hal di atas? Ada pendapat yang menyatakan urutannya adalah karakter – motivasi – kompetensi, ada juga yang berpendapat urutannya: motivasi – karakter – kompetensi. Keduanya sama-sama menempatkan kompetensi di urutan terbawah.

Bagi pemimpin, memahami kombinasi dari ketiga hal di atas dalam diri anak buah, akan membuat kita bisa mendorong potensi terbesar dari anak buah kita, dan akan lebih mudah dalam menggerakkan roda organisasi.

Puasanya Anak SD

Oleh: AM. Sadat

“Kalau kita berpuasa, dan perhatian kita hanya pada bagaimana agar kuat menahan lapar, makanan apa yang akan kita makan saat buka dan sahur, apa yang perlu kita lakukan agar tidak sampai tepar, maka puasa kita hanyalah selevel anak SD”, kata seorang Ustadz dalam sebuah kajian.

Mak jleb!

Puasa seperti di atas berarti kita hanya fokus pada ritual seharian menahan lapar dan haus. Apakah sah? Tentu saja, karena secara Fikih puasa adalah tidak makan dan minum, sejak Subuh sampai Maghrib. Dan dengan melaksanakannya, maka gugurlah kewajiban kita.

Apakah berpahala? Wallahu a’lam. Hanya Allah yang tahu.

Tapi seperti yang kita ketahui hakikat puasa bukanlah demikian. Dalam salah satu hadits disebutkan bahwa ibadah apapun akan dilipatgandakan pahalanya sampai 700 kali, kecuali puasa, yang langsung diberikan pahalanya oleh Allah. Bayangkan betapa besarnya pahala puasa, sampai-sampai Allah sendiri yang menghitung pahalanya.

Dengan memahami hakikat puasa dan ibadah Ramadhan lainnya, maka tentu perhatian kita bukan sekedar menahan lapar dan haus dan sekedar menghabiskan waktu menunggu Maghrib. Karena kita akan lebih fokus untuk memperbanyak ibadah di bulan yang penuh pahala ini, baik dengan puasa, membaca Al Quran, mengaji, Tarawih, shalat malam, bersedekah, berzakat dan lain sebagainya. Siang dan malam.

Jadi, seperti apakah puasa kita hari ini?

Ya Allah,
Kami tahu Ya Allah, ini adalah bulan suci-Mu
Yang seharusnya kami habiskan untuk beribadah kepada-Mu
Yang seharusnya kami perbanyak amal kebaikan demi mendapat Ridla-Mu

Tapi hanya ini yang kami mampu kerjakan ya Allah…
Hanya sekedar berpuasa, tanpa bisa menambah dengan amal lainnya
Hanya sekedar berpuasa, tanpa mampu menghindari maksiat dan dosa
Karena sibuk dengan urusan dunia.

Ampuni kami ya Allah…

Terimalah puasa kami hari ini ya Allah
Walaupun hanya puasa yang sekedarnya

Terimalah puasa kami hari ini ya Allah
Walaupun hanya berupa lapar dahaga…

Karena Engkaulah Sang Maha Pemurah
Karena Engkaulah Sang Maha Penyayang

Ya Allah,
Bimbinglah kami agar bisa mencapai derajat Taqwa kepada-Mu

Amin

Ibadah Passive Income

Oleh: AM. Sadat

Ada hadits yang sangat terkenal walaupun tingkatannya dhaif, yang menyatakan tidurnya orang yang sedang puasa adalah ibadah. Jadi kalau kita puasa lalu tidur, maka argo ibadahnya tetap jalan, sekaligus timer puasanya jadi makin sedikit hehe. Jadi sah-sah saja kalau kita berpuasa dan tidur seharian (akibat malamnya begadang nonton bola 😁). Ini mungkin yang disebut dengan amalan “passive income”. Ditinggal tidur pahala ngumpul. Mantap!

Tapi…. Tidak semudah itu, Rudolfo! 😳

Seperti yang kita ketahui, puasa bukanlah identik dengan penurunan kinerja atau bermalas-malasan. Walaupun sangat lumrah kalau di siang hari puasa kita merasakan kantuk. Hal ini karena di malam hari bulan Ramadhan kita melakukan shalat Tarawih lalu harus bangun sahur sehingga biasanya tidur kita berkurang dari seharusnya. Ditambah biasanya di siang hari perut kita mulai kosong karena terakhir makan sebelum Subuh.

Akhirnya banyak diantara kita yang menyempatkan diri mengganti jam makan siang dengan tidur sejenak (qailulah). Mengenai tidur siang ini ada beberapa hadits yang menguatkan dan bahkan menyarankan kita untuk melakukannya, karena Nabi dan beberapa sahabat pun melakukannya. Untuk yang ini haditsnya shahih.

Jadi selama tidur diniatkan untuk menjalankan sunnah Nabi, atau diniatkan agar kembali segar dan kuat berpuasa, atau agar malamnya bisa Tarawih dan shalat malam, maka InsyaAllah bernilai pahala. Jadi pahala ini tergantung niatnya.

Disamping itu ternyata tidur sebentar di siang hari memiliki banyak manfaat kesehatan. Setidaknya ada 2 jenis tidur siang yang bisa jadi bermanfaat buat kita:

Tidur 10-20 menit: Untuk meningkatkan kewaspadaan. Menurut para ahli, manfaat tidur siang 10-20 menit adalah untuk meningkatkan kewaspadaan dan menaikkan energi. Durasi singkat tidur siang juga mencegah kita memasuki tidur nyenyak. Tidur singkat ini juga mengurangi kadar kortisol atau hormon stres. Rendahnya hormon kostisol biasanya dikaitkan dengan berat badan yang ideal dan kesehatan secara keseluruhan.

Tidur 30 menit: Untuk menghilangkan kelelahan. Tidur jenis ini beresiko kita akan ketiduran terlalu lama. Namun tidur ini sangat bermanfaat bila kita mengalami kelelahan akibat kurang tidur di malam sebelumnya. Tidur 30 menit ini bermanfaat meningkatkan fungsi memori, mengurangi stres, meningkatkan fokus, menurunkan risiko diabetes , dan mencegah demensia.

Tidur siang lebih dari 30 menit tidak disarankan karena akan membuat kita masuk dalam siklus tidur lengkap, yang minimal harus kita lakukan selama 90 menit. Yang kadang akibatnya justru kita merasa lelah, pusing atau butuh waktu lebih lama untuk kembali fresh.

Jadi tidur siang jelas memiliki manfaat kesehatan. Dan juga berpahala bila dilakukan dengan niat ibadah. InsyaAllah. Ingat ya, tidak asal tidur siang dalam keadaan berpuasa dan otomatis berpahala, tapi tergantung niatnya.

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah tidurmu di waktu malam dan siang hari, dan usahamu mencari sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mendengarkan” (Ar-Ruum :23).

Selamat menjalankan ibadah di Bulan Ramadhan.

Mitos-Mitos tentang Pengusaha

Oleh: AM. Sadat

Bagi yang saat ini berprofesi sebagai pengusaha atau pernah menjadi pengusaha pasti tahu beberapa mitos tentang pengusaha, yang tentu saja salah atau tidak sepenuhnya benar. Umumnya banyak yang mengira bahwa untuk menjadi pengusaha dibutuhkan modal (uang) dan kesuksesannya tergantung seberapa kuat modal tersebut. Tentu saja ini tidak sepenuhnya benar.

Banyak mitos-mitos tentang pengusaha, yang tentu saja tidak sepenuhnya benar. Berikut diantaranya:

1. Jadi Pengusaha Pasti Sukses dan Kaya.

Tidak ada jaminan sama sekali bahwa jadi pengusaha pasti akan sukses. Apalagi pasti kaya.

Buktinya 80-90% usaha kolaps di tahun pertama, sementara 50% lainnya akan kolaps dalam tahun kedua hingga kelima. Sisanya juga hanya bertahan 50%-nya saja hingga tahun ke 10.

Agak mengerikan statistik ini. Tapi itulah kenyataannya. Siapapun yang bisa mempertahankan bisnisnya setelah tahun ke-10 berarti sudah cukup teruji. Dan bisa dipastikan selama 10 tahun pertama usaha tersebut banyak mengalami pasang surut yang menguras tenaga dan air mata.

Setelah berjalan di atas 10 tahun sekalipun pun tidak ada jaminan perusahaan pasti bisa aman dari bangkrut. Walaupun prosentase keberhasilannya sudah semakin besar, faktanya tidak banyak (kurang dari 50%) usaha yang bisa bertahan lebih dari 20 tahun, karena berbagai alasan.

2. Bebas Mengatur Waktu

Ini juga mitos yang belum tentu benar. Belum tentu dengan menjadi pengusaha waktu kita akan lebih longgar. Justru karena sulitnya mempertahankan usaha di tahun-tahun pertama bisa jadi waktu seorang pengusaha akan banyak dihabiskan mengurus usahanya dibanding mengurus keluarganya. Dan inilah yang sering menjadi sumber konflik dalam keluarga pengusaha.

Seringkali menjadi pengusaha berarti kita harus siap bekerja 24 jam (dikurangi beberapa jam untuk tidur secukupnya), hampir tidak ada waktu libur. Bila ada waktu luang harus digunakan untuk belajar, atau networking. Tanpa komitmen seperti itu bisa jadi usahanya tidak bisa tumbuh atau bahkan tidak bisa bertahan.

Tentu saja soal waktu ini juga masalah prioritas hidup. Misalnya saya, dari dulu saya memang bukan orang yang gila kerja, sehingga maunya ya kerja secukupnya saja. Sisanya banyak saya luangkan waku buat keluarga dan lainnya. Tapi ada beberapa teman saya yang dari dulu memang demen kerja, ya gak ada bedanya juga dia sudah kaya atau tidak, usahanya masih merintis atau sudah besar, bahkan tidak ada bedanya juga, jadi pengusaha atau tidak.

3. Lebih Mulia.

Tangan di atas lebih mulia dari tangan di bawah. Benar sekali. Dengan jadi pengusaha maka kita akan bisa menciptakan lapangan pekerjaan dan bisa menolong orang lain karena kelebihan uang yang kita miliki.

Syaratnya satu: Usahanya harus berhasil. Kalau bangkrut, jangan-jangan malah bikin susah orang banyak. Tapi pengusaha sejati pasti tidak akan mudah menyerah, walaupun mengalami kerugian atau ditipu orang berkali-kali. Seperti kata Bob Sadino, bukan pengusaha kalau belum pernah rugi dan ditipu orang.

Sebenarnya untuk menjadi tangan di atas, tidak harus menjadi pengusaha. Pada dasarnya profesi apapun sama mulianya bila kita niatkan untuk beribadah dan memberikan kontribusi terbaik yang bisa kita berikan, sesuai dengan bakat dan minat yang kita miliki.

4. Gak Harus Punya Kompetensi

Yang penting semangat. Dan nekat. Ini juga salah kaprah. Beberapa orang menjadi pengusaha di bidang yang sekedar menjadi tren atau sekedar melihat keuntungan finansialnya, tanpa memikirkan bakat dan ketertarikan di bidang usaha tersebut.

Semua pengusaha yang sukses pasti sangat bersemangat untuk belajar dan mengembangkan kompetensi di bidang yang dia geluti. Dan selalu siap terjun ke lapangan. Pengusaha sejati adalah pembelajar sejati.

Tentu saja dia akan mempekerjakan orang-orang yang sesuai dengan bidangnya. Pada saat yang tepat. Tapi dia sendiri tidak pernah berhenti belajar dan mengembangkan diri. Biasanya dia akan sangat bersemangat di bidang usaha tersebut karena memiliki ketertarikan khusus dan/atau bakat di bidang tersebut.

Masih banyak mitos-mitos yang lain tentang pengusaha. Pada intinya jadi pengusaha bukanlah jalan yang mudah. Namun banyak orang tertantang untuk menjadi pengusaha, bukan karena menganggap jadi pengusaha itu mudah dan enak, tapi lebih karena panggilan hati (passion). Karena panggilan hati inilah yang akan menentukan kita akan bertahan pada saat menghadapi beratnya cobaan, atau menyerah di tengah jalan.

Oya ada juga sih orang yang jadi pengusaha bukan karena sengaja, tapi karena kepepet, entah karena dipecat dari tempat kerjanya, nyari kerja gak dapet-dapet, asalnya cuma kerja sampingan untuk menambah penghasilan dan lainnya. Tapi setelah diterjuni dengan serius ternyata dia baru tahu bahwa berbisnis adalah passion-nya. Dan kemudian bertahan. Dan sukses.

Don’t reply when you’re angry. Don’t make promises when you’re happy. Don’t make decision when you’re sad

Oleh: AM. Sadat

Jangan menjawab ketika kamu marah. Jangan membuat janji ketika kamu senang. Jangan membuat keputusan ketika kamu sedih.

Mungkin kita sering mendengar kata-kata di atas. Dan bisa jadi biasa saja maknanya. Tapi bagi yang pernah mengalami ketiga kondisi di atas, tentunya akan bisa merasakan bahwa quotes tersebut benar. Saya beberapa kali mengalaminya, dalam pekerjaan.

Jangan menjawab ketika marah. Seringkali pada saat kita marah maka respon reaktif kita adalah balik marah. Biasanya adalah karena orang lain bertindak “bodoh” dan membuat kita marah, kemudian kita langsung merespon dengan marah-marah, dan biasanya tidak berhasil memberi solusi, karena kadang akan menyebabkan pihak lain ikut marah atau ketakutan. Saya berkali-kali mengalaminya, dan seringkali menyesal karenanya.

Maka bila terjadi sesuatu yang membuat kita marah, sikap yang bijak adalah diam sejenak. Berhenti. Tarik napas dalam-dalam beberapa kali baru pikirkan apa yang hendak kita katakan. Bayangkan bahwa pada akhirnya kita akan menyesali kemarahan kita.

Apakah tidak boleh marah? Tentu saja boleh. Sangat boleh. Marahlah bila dirasa langkah tersebut adalah cara yang tepat untuk menangani situasi tersebut. Intinya pada saat marah kita harus tetap menguasai diri. Bukan sebaliknya, dikuasai kemarahan.

Jangan membuat janji pada saat kita senang. Ini juga pernah juga saya alami. Biasanya memang pada saat kita happy, kita akan cenderung ingin merayakan atau berbagi kebahagiaan itu dengan orang lain. Berbaginya sih bagus, tapi justru pada saat seperti ini bisa jadi momentumnya kurang pas, karena kita akan cenderung “royal” atau over promised. Saya pernah langsung berjanji menaikkan gaji seseorang saking senangnya karena yang bersangkutan berhasil melakukan deal yang bagus. Setelah saya pelajari lagi, ternyata gajinya sudah ketinggian, sehingga kalau dinaikkan lagi jadinya tidak fair buat karyawan lainnya.

Janji (berupa kebaikan) yang kita berikan pada saat kita lagi happy, terkadang akan berujung pada penyesalan, karena begitu kita pikir-pikir lagi ternyata kita agak sulit untuk memenuhinya, dan malah jadi dilema karena kalau tidak kita penuhi kita sudah terlanjur berjanji. Tapi kalau kita penuhi, mungkin kita sendiri yang akan kesulitan.

Jangan membuat keputusan pada saat kita sedih. Pada saat kita sedih, kita cenderung mengambil keputusan yang buruk dan pesimistis. Entah itu kesedihan karena kehilangan, kecewa karena kena tipu, mengalami kerugian, kehilangan dan lain sebagainya. Begitu dipikir-pikir lagi ternyata keputusan itu adalah keputusan yang buruk. Dan sebenarnya bisa jadi kita cukup bersabar saja dan tidak melakukan apa-apa, sampai kesedihan tersebut berlalu, dan ternyata semuanya baik-baik saja.

Saya pernah mengalami kesulitan cashflow yang sabgat memusingkan. Didorong kesedihan karena belum menemukan solusi, akhirnya saya mau menjual aset dengan harga sangat murah. Untungnya aset tersebut tidak laku saat itu, sampai beberapa waktu kemudian masalah cashflow saya terselesaikan. Dan ternyata setahun kemudian aset tersebut terjual dengan harga dua kali lipat daripada harga yang saya tawarkan sebelumnya. Alhamdulillah.

Intinya bila terjadi situasi yang membuat kita marah, senang atau sedih kita harus waspada. Ambil jeda. Jangan sampai kita secara impulsif balik marah, memberikan janji atau membuat keputusan karena situasi-situasi tersebut. Agar tidak menyesal. Menyesal belakangan. Ya penyesalan pasti belakangan ya, kalau di depan namanya pendaftaran 😁

Umur 5 atau 4 Tahun Masuk SD. Apa Untungnya?

Jawaban singkatnya: Nggak ada. Tepatnya nggak ada untungnya, malah kemungkinan ada ruginya.

Jaman saya kecil dulu anak baru masuk SD saat umur 7 tahun, bahkan kadang 8 tahun. Konon jaman dulu sekali, seorang anak baru boleh bersekolah bila tangan kanan si anak bisa menjangkau telinga kiri melalui bagian atas kepala, dan biasanya itu bisa dicapai saat anak berumur 7 atau 8 tahun. Tanpa tes apapun, apalagi tes baca tulis.

Tapi sering kita temui anak yang masih berumur 6, 5 bahkan 4 tahun sudah masuk SD. Biasanya alasannya klasik, si anak dianggap sudah mampu, sudah bisa baca tulis karena sudah terbiasa sekolah, bahkan sudah bersekolah sejak bayi!

Padahal banyak sekali ahli yang menyatakan bahwa masuk sekolah terlalu dini kadang membawa dampak buruk bagi si anak. Namun terjadi salah kaprah di masyarakat, seakan yang penting adalah kemampuan kognitif anak. Kadang diukur dengan kemampuan baca tulis. Bisa baca tulis boleh masuk SD. Akhirnya sejak TK pun anak-anak diajari baca tulis. Padahal di banyak negara maju anak-anak TK hanya bermain dan belajar antri 😊

Masalah paling utama adalah kematangan emosional anak. Artinya bisa jadi si anak secara kognitif sudah mampu, tapi secara emosional belum siap. Padahal ketidakmatangan emosional ini akan terus terbawa selama anak bersekolah, kuliah dan bahkan saat memasuki dunia kerja. Dan berkeluarga.

Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan sebelum menyekolahkan anak terlalu dini, yang saya rangkum dari beberapa diskusi dan berbagai sumber.

1. Apa tujuannya menyekolahkan anak lebih dini? Di dunia kerja, perbedaan umur 1-2 tahun, bahkan sampai 5-10 tahun hampir tidak berpengaruh. Artinya biasa saja orang berumur 30-an memimpin orang berumur 40-an, dan sebagainya. Jadi lebih cepat 1 atau 2 tahun sebenarnya tidak ada bedanya.

2. Anak yang masih belum cukup umur – walaupun secara kognitif cukup pandai – biasanya belum siap secara mental, dan kadang agak ketinggalan secara emosional dibanding teman sekelasnya. Namun biasanya gejala ini baru muncul saat anak berumur 10 tahunan. Akibatnya bisa macam-macam, mulai dari rasa jenuh, minder, mencari perhatian berlebih dan sebagainya.

3. Sebaliknya, kalau sedikit terlambat, misalnya baru sekolah saat umur 7 atau 8 tahun, tidak ada resikonya. Karena anak yang matang secara emosional lebih kecil kemungkinannya bermasalah. Anak yang lebih dewasa bahkan seringkali berpeluang mendapat kesempatan menjadi ketua kelas, ketua panitia, atau bahkan ketua di organisasi sekolah. Ini adalah kesempatan yang baik untuk mendapatkan pengalaman di bidang kepemimpinan selama di sekolah. Kesempatan yang jarang didapat oleh anak-anak yang usianya terlalu muda.

4. Saya beberapa kali menemukan orang-orang dewasa yang sekolahnya terlalu awal atau ikut akselerasi sejak kecil, justru kurang matang secara emosional setelah mereka dewasa. Banyak diantara mereka yang pandai dan cerdas, tapi kurang dewasa dalam bersikap (padahal umur sudah 30-an bahkan lebih). Kekurangmatangan secara emosi ini bisa berdampak terhadap karirnya, karena tentu saja orang yang bisa mendapatkan promosi sampai posisi tinggi bukan yang paling pandai, tapi yang memiliki leadership paling baik, dan itu diawali oleh kematangan emosional.

5. Bagaimana dengan program akselerasi/percepatan? Akselerasi sebaiknya hanya dilakukan pada tingkat SMA atau kuliah. Tapi kembali lagi, harus sangat disesuaikan dengan kemampuan si anak. Tidak semua anak cocok dengan program akselerasi ini. Memang ada anak-anak tertentu yang jenius, yang bisa jadi memang perlu ikut akselerasi sejak kecil. Tapi fakta juga membuktikan tidak semua anak jenius hasil akselerasi sekolah ini kinclong masa depannya. Banyak juga yang begitu masuk dunia kerja malah tidak jadi siapa-siapa.

6. Dalam sebuah hadits disebutkan Nabi mewajibkan orang tua untuk menyuruh anak agar shalat pada saat beurmur 7 tahun, dan harus dipaksa pada saat berumur 10 tahun. Ini juga merupakan isyarat tentang usia ideal anak sekolah.

Lalu bagaimana bila kita sudah terlanjur menyekolahkan anak terlalu dini? Tentu menurunkan kelasnya begitu saja mungkin kurang bijak karena bisa jadi si anak malah minder karena seakan tidak naik kelas.

Yang bisa kita lakukan adalah memperhatikan dan selalu memprioritaskan kematangan emosionalnya. Bukan prestasi akademiknya. Tekankan dan utamakan si anak agar bisa bergaul dengan baik, memiliki rasa percaya diri, dan usahakan bisa mengambil peran-peran kepemimpinan di sekolah agar terbiasa berorganisasi, dan terbiasa menghadapi masalah dalam hubungan dengan orang lain.

Biarkan juga dia terbiasa menghadapi masalahnya sendiri, merasakan kesulitan, memecahkan masalah dan mengembangkan kemampuan interpersonal dan kepemimpinannya. InsyaAllah akan bermanfaat dalam jangka panjang.

Usia 40 tahun, Usia Sepertiga Bagian Terakhir

Saya pernah berdiskusi dengan seorang teman yang cukup senior, tentang fenomena usia 40-an tahun ke atas. Saya lihat beberapa teman saya yang seumuran, ada diantara mereka yang tahu-tahu menjadi lebih religius; jadi rajin beribadah, rajin belajar agama dan mulai mempertanyakan arti kehidupan. Walaupun ada juga beberapa diantara mereka yang tidak ada perubahan dalam kehidupan pribadi dan spiritualnya. Sama sekali.

Pada dasarnya pada saat sudah memasuki umur 40 tahun seseorang biasanya sudah mencapai – atau hampir mencapai – puncak karir dan kehidupannya. Sudah berkeluarga. Sudah mapan. Dan makin percaya diri. Ini terjadi sama saja di pria maupun wanita. Dan normalnya mereka akan mulai mempertanyakan: what’s next? Ke mana arah hidup selanjutnya. Inilah yang biasanya membuat seseorang menjadi “lebih bijak”. Juga kenapa beberapa posisi strategis mensyaratkan umur di atas 40 tahun, hakim agung misalnya.

Seperti yang kita ketahui, umur manusia biasanya sekitar 60-an tahun, hanya beberapa orang saja yang mendapatkan ekstra tambahan umur. Bila kita ibaratkan 1/3 yang pertama (sampai usia 20 tahun) adalah usia kanak-kanak dan remaja, usia dimana manusia sedang belajar. Usia 20 sampai 40-an tahun adalah usia dewasa, dimana orang biasanya akan bekerja dan membangun keluarga. Sementara usia 40 tahun ke atas (sepertiga terakhir) adalah usia persiapan menuju hidup selanjutnya.

Muhammad diangkat sebagai Nabi pada usia 40 tahun. Dan dari ribuan hadits, hampir semuanya menceritakan tentang bagaimana kehidupan Nabi setelah usia 40 tahun. Sedikit sekali referensi tentang bagaimana kehidupan beliau sebelum usia 40 tahun.

Terbatas sekali referensi tentang bagaimana Muhammad berdagang dan berbisnis. Padahal kita tahu beliau adalah seorang pedagang yang hebat. Bahkan beliau menghabiskan waktu sama atau lebih lama menjadi pedagang dibanding menjadi Nabi. Konon beliau berdagang dari usia 12-an tahun hingga 37-an tahun (sekitar 25 tahun), setelah itu pensiun dan diangkat menjadi Rasul di usia 40 tahun hingga wafat 22 tahun kemudian yaitu di usia 62 tahun.

Secara tersirat ini menunjukkan bahwa untuk kehidupan di sepertiga awal dan kedua, pada dasarnya manusia akan mudah menemukan jalannya (karena ini sifatnya manusiawi, dan lebih duniawi), sementara untuk kehidupan di sepertiga terakhir umur kita, dibutuhkan bimbingan yang lebih serius, karena memang tidak mudah. Perlu persiapan matang untuk bekal perjalanan berikutnya, yaitu kehidupan pasca kematian.

Jadi menurut teman saya ini sangat normal kalau di usia 40 tahun ke atas, pandangan hidup kita juga berubah, menjadi lebih religius, lebih memperhatikan aspek spiritual, dan menjadi lebih bijak. Yang tidak normal adalah mereka yang makin tua bukannya makin insyaf, tapi malah makin “nakal” 😳 😂

Semoga kita semua, khususnya yang sudah berusia 40 tahun ke atas, terlindung dari kejahatan setan yang terus saja mengajak kita menjauh dari Allah. Dan semoga kita semua senantiasa mempersiapkan bekal yang cukup untuk kehidupan yang sebenarnya. Kehidupan di akhirat. Kehidupan yang abadi. Amin ya Rabbal alamin.

Oya, di Qur’an secara eksplisit disebutkan lho soal umur 40 tahun:

“Sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: “Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat-MU yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dan anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri”.

(Al Ahqaf 46:15)

Jangan Sekedar Mengikuti Passion!

Oleh: AM. Sadat

Kadang kita mendengar salah satu “nasihat bijak” tentang karir, yaitu semacam: temukanlah passion-mu dan pilihlah pekerjaan yang sesuai dengannya. Biasanya lanjutannya begini: agar hidupmu bahagia.

Benarkah nasehat ini? Jawabannya benar. Tapi dengan catatan: syarat dan ketentuan berlaku 😊

Passion – atau minat dan bakat – pada dasarnya adalah pencarian jawaban atas 2 pertanyaan besar:

  1. Bidang apa yang paling saya minati?
  2. Bidang apa yang paling bisa saya kuasai?

Irisan jawaban dari kedua pertanyaan di atas adalah passion kita.

Namun dalam sebuah penelitian disebutkan bahwa sekedar mengikuti passion bisa jadi malah menghambat karir seseorang. Mengapa? Penyebabnya, orang yang merasa sudah menemukan passion-nya, kadang malah terjebak pada 2 hal, yaitu merasa bahwa passion-nya hanya satu atau terbatas, dan sudah ditemukan, bahkan sudah ditemukan sejak dulu. Kedua, dia berhenti mencari atau mengelaborasi keahlian dan kelebihan lainnya.

Faktanya passion seseorang bisa jadi banyak, dan sangat mungkin akan terus berkembang sesuai dengan umur dan pengalaman, keadaan atau bahkan tuntutan jaman. Sementara orang yang merasa sudah menemukan passion-nya tadi bisa jadi sudah menyelesaikan perjuangannya. Dan menghentikan eksplorasinya. Padahal masih banyak kesempatan untuk bisa menjadi versi terbaik dari dirinya.

Jadi pangkal masalahnya adalah pada cara berpikir. Orang yang merasa sudah menemukan passion dan berhenti bereksplorasi disebut menggunakan fixed mindset, atau memiliki pola pikir tetap, yaitu percaya bahwa seseorang tidak akan berubah. Yang benar kita harus selalu menggunakan growth mindset, atau pola pikir berkembang, percaya bahwa kita akan terus berkembang dan selalu menantang diri untuk selalu menjadi yang terbaik. Memaksimalkan semua potensi yang kita miliki, bukan hanya satu potensi.

Faktanya dunia berkembang dan tuntutan jaman pun berkembang. Sehingga kita pun harus berkembang. Selain menemukan passion dan mengembangkan diri, kita juga harus selalu mempertanyakan 2 hal penting berkaitan tuntutan jaman, dan memastikan profesi yang kita geluti akan bisa menjawabnya.

  1. Apakah passion saya – atau profesi saya – ini (masih akan) dibutuhkan masyarakat/dunia?
  2. Apakah saya akan dibayar dengan layak bila menjalankan profesi yang merupakan passion saya ini?

Menantang diri dengan selalu mempertanyakan apakah passion kita, dan mempertanyakan apakah tetap sesuai dengan tuntutan, akan membuat kita selalu belajar dan berjuang. Dan tidak cepat merasa puas.

Perjuangan seperti inilah yang justru pada akhirnya akan memberikan kepuasan dan kebahagiaan. Puas dan bahagia karena kita mengoptimalkan potensi yang sesuai dengan minat kita, sesuai dengan tuntutan sehingga kita merasa berharga dan berkontribusi. Dan tentu saja dibayar dengan layak.

Banyak profesi yang dulu ada tapi sekarang sudah menghadapi “kepunahan”. Teller bank misalnya, termasuk dalam profesi yang akan semakin jarang dibutuhkan karena maraknya penggunaan internet banking dan uang elektronik. Bahkan konon tuyul pun akan kehilangan pekerjaan karena orang sudah tidak menyimpan uang cash lagi di dompet 😁

Demikian juga dengan bisnis. Banyak bidang usaha yang dulu diperlukan masyarakat dan cukup menghasilkan tapi di masa mendatang sudah tidak dibutuhkan lagi, atau ketinggalan jaman. Contohnya bisnis telegram dan kartu ucapan. Sudah punah digantikan oleh WA atau lainnya, sejak maraknya mobile internet. Jadi untuk pengusaha pertanyaan tentang passion dan tuntutan jaman di atas bisa disesuaikan pada bidang usaha masing-masing.

Sebagai pengusaha, selain kita sebagai pribadi harus siap mengembangkan diri, juga harus siap untuk mengarahkan bisnis kita agar selalu menyesuaikan dengan tuntutan jaman. Tepatnya sesuai dengan passion, sekaligus sesuai dengan tuntutan jaman.

Apakah Pekerjaan Anda membuat Anda Bahagia?

Oleh: AM. Sadat

Apapun profesi Anda, bila jawaban dari pertanyaan di atas adalah ya, maka selamat, Anda termasuk orang yang beruntung. Seringkali kebahagiaan di pekerjaan ini diikuti dengan tingginya kepuasan terhadap hidup secara keseluruhan, baik di kehidupan pribadi ataupun keluarga.

Apa yang membuat kita bahagia dengan karir dan pekerjaan kita? Salah satu kunci pentingnya adalah pada kesesuaian karir dengan passion, atau minat dan bakat alami kita. Passion juga bisa diartikan panggilan hati. Yang berbeda di setiap orang.

Banyak orang yang kurang bahagia dengan pekerjaannya, dan berakibat kurangnya motivasi untuk memberikan hasil kerja yang terbaik. Ini akan berakibat pada rendahnya prestasi dan minimnya peningkatan karir, dan berujung pada rendahnya penghargaan yang didapat. Akhirnya kita jadi semakin tidak puas dengan pekerjaan dan karir kita.

Ini bisa jadi disebabkan oleh kurang pasnya karir yang dipilih dengan passion dari orang tersebut. Seringkali masalah ini berakar sejak masa sekolah atau kuliah, yang terkadang karena pengaruh tren, tuntutan ekonomi, lingkungan atau orang tua, seorang anak akhirnya mengambil sekolah, dan/atau pekerjaan yang tidak sesuai dengan minat dan bakatnya.

Banyak terjadi orang-orang yang salah jurusan kuliah seperti ini jadinya tidak bisa all out dalam bekerja, atau akhirnya akan memilih karir yang berbeda sama sekali dengan sekolahnya. Sayang kan sudah sekolah bertahun-tahun tapi tidak bisa mendukung karirnya sama sekali, dan harus memulai belajar lagi dari nol.

Namun jika pekerjaan kita sesuai dengan panggilan jiwa – apalagi didukung dengan pendidikan yang pas – kita akan merasakan bekerja bukan sebagai beban. Pekerjaan itu membuat kita bahagia dan berarti. Motivasi seperti ini akan jauh lebih kuat daripada motivasi eksternal seperti uang, promosi, atau ketenaran.

Bila pekerjaan kita sesuai dengan passion kita, biasanya tantangan seberat apapun akan sanggup kita hadapi, karena kita menikmati prosesnya. Keberhasilan dalam pekerjaan akan membuat kita puas, dan kesulitan akan membuat kita tertantang. Semangat seperti inilah yang pada akhirnya memberikan hasil terbaik, yang tentu saja akan berbuah apresiasi atau penghargaan, dan karir yang baik.

Masalah apresiasi ini yang seringkali membuat orang salah persepsi, dan mengira bahwa ini adalah penyebab orang akan bahagia atau tidak (padahal sebenarnya ini adalah akibat). Sehingga saat ada ketidakpuasan dalam pekerjaan, dan kemudian dia memutuskan untuk mencari pekerjaan lain, yang dicari adalah pekerjaan yang sekedar menjanjikan gaji yang tinggi. Namun seringkali bila ini yang dicari maka seringkali akan menyebabkan kekecewaan lagi.

Namun kita juga perlu hati-hati. Karena nasehat berupa “yang penting temukan passion-mu”, bisa jadi juga menjebak, karena bisa berakibat seseorang, khususnya anak muda, akan sekedar mengejar karir yang biasa-biasa saja, dan mengabaikan potensi terbesarnya. Tentang ini saya akan bahas di tulisan lain. InsyaAllah.

Jangan Mencela Orang yang Tertimpa Musibah

Oleh: AM. Sadat

“Ustadz itu kok anaknya nakal-nakal ya? Apa bapaknya nggak bisa mengajari anaknya?”

Subhanaah. Kadang bila kita melihat orang lain terkena musibah, ada kecenderungan kita menghakimi apa yang salah dengan orang itu, yang menyebabkan dia mendapatkan musibah. Parahnya lagi kadang pikiran seperti itu bisa berujung kita mencemooh atau mem-bully orang tersebut.

Hati-hati. Itu termasuk perbuatan dengki, bentuk lain dari kita merasa senang kalau orang lain susah, dan merasa kita lebih mulia dibanding dia, hanya karena kita tidak mendapat cobaan seberat dia. Naudzubillah min dzalik.

Saya mengenal salah satu orang alim yang beberapa anaknya gak nurut sama dia. Nakal. Bahkan beberapa diantaranya sampai tua tetap nakal. Beberapa orang mencemooh hal tersebut, dengan omongan seperti di atas.

Saya tahu persis beliau ini sudah berusaha mati-matian menasihati anaknya. Dan tahukah Anda, bahwa orang ini tiap malam berdoa, menangis memohon kepada Allah agar anak-anaknya mendapatkan hidayah? Tiada henti dia mendoakannya, tanpa putus asa, sepanjang hidupnya.

Orang ini mengabdikan hidupnya untuk umat, istiqamah dalam berdakwah dan selalu beramal baik. Dan Allah tetap memilih orang ini untuk mendapatkan ujian tersebut. Sepanjang hidupnya! Ya Allah….

Dalam banyak riwayat disebutkan bahwa orang-orang yang banyak mendapatkan kemudahan di dunia, akan dihisab lebih lama di akhirat nanti dan bisa jadi tetap masuk neraka, bukan karena kurang amal ibadahnya, tapi bisa jadi karena tidak bisa mempertanggungjawabkan nikmat yang didapatnya selama hidup di dunia 😢

Sementara orang-orang yang selalu bersabar walaupun mendapat musibah berat sepanjang hidupnya, seakan hidupnya tidak pernah lepas dari musibah dan kesulitan, bisa jadi langsung masuk surga tanpa dihisab, berkat kesabarannya menghadapi ujian hidupnya 😢

Mari kita jaga lisan dan hati kita, untuk tidak berburuk sangka terhadap musibah yang menimpa orang lain, karena belum tentu kita bisa bersabar bila menghadapi cobaan yang sama. Jangan mencemooh orang yang hidupnya “tidak mujur”, karena bisa jadi mereka jauh lebih mujur dibanding kita di akhirat kelak. Mari kita fokus untuk bermuhasabah terhadap amal ibadah kita sendiri.

Sesungguhnya kita berasal dari Allah, termasuk apapun yang terjadi pada diri kita adalah atas kehendak Allah. Dan hanya kepada Dia-lah kita akan kembali. Dan hanya kepada Dia-lah kita berserah diri.

Jadi Pengusaha Harus Siap Rugi

Oleh: AM. Sadat

Saya pernah beberapa kali ditanya, apakah pernah mengalami kerugian dalam berbisnis? Jawabannya pasti: Pernah. Beberapa kali. Jawaban yang sama juga berlaku buat pertanyaan: Apakah pernah ditipu orang dalam berbisnis?

Saya yakin semua pengusaha pasti pernah mengalaminya. Justru saya heran kalau ada pengusaha yang tidak pernah rugi sama sekali. Tidak pernah ditipu orang. Atau tidak pernah salah dalam menjalankan bisnisnya. Kalaupun ada kemungkinannya adalah: Dia baru mulai berbisnis, atau bisnisnya masih sangat kecil.

Itu sebabnya syarat menjadi pengusaha adalah dia harus berani mengambil resiko. Dia belum tentu orang yang paling jago di bidangnya, atau yang paling cerdas secara kognitif. Walaupun itu semua bisa jadi nilai tambah. Tapi syarat utama tetap dia harus berani mengambil resiko.

Jadi ini hanya masalah mental saja, bukan tentang kecerdasan kognitif atau keahlian teknis. Pengusaha harus berani menerima kenyataan bahwa bisa jadi sewaktu-waktu usahanya merugi, salah investasi, atau ditipu orang.

Pengusaha harus kuat mental. Pengusaha sejati pasti akan bangkit lagi setelah kerugian, keterpurukan, atau bahkan kebangkrutan. Oya khusus yang terakhir ini saya belum pernah mengalami. Dan semoga tidak akan pernah 😊. Amin 🤲

Menulis Itu (Sangat) Bermanfaat

Oleh: AM. Sadat

Menurut saya menulis itu sangat bermanfaat karena beberapa alasan. Pertama menulis itu membuat saya lebih mudah mengingat apa yang saya dapatkan, baik itu dari diskusi, baca buku atau artikel, seminar atau apapun.

Artinya dengan menulis maka informasi yang saya dapatkan dapat melekat menjadi pengetahuan bagi saya. Ini prinsip dasar ilmu, yaitu semakin banyak dibagi, semakin banyak kita pahami.

Biasanya saya langsung menuliskan ide-ide atau pemikiran yang saya dapatkan. Catatan-catatan itu yang selanjutnya akan saya share, bila saya rasa bermanfaat. Kalau cukup pendek saya tinggal share sebagai status atau quotes di Facebook atau Instagram. Biar agak menarik dan menghibur, kadang sesekali saya plesetkan, walaupun kadang-kadang malah jadinya tidak lucu 🤪.

Sementara kalau cukup panjang akan saya tuliskan dalam bentuk artikel di blog saya ini. Artikel tersebut saya sarikan dari beberapa ide dan referensi, atau pengalaman lain yang saya miliki.

Saat ini dengan adanya smartphone menjadi sangat mudah mencatat dan sekaligus membuat tulisan. Hampir semua tulisan saya buat di smartphone, dan tidak pernah menggunakan komputer lagi. Sehingga praktis bisa saya kerjakan kapan saja dan di mana saja.

Menulis juga membuat otak kita lebih aktif, daripada sekedar mendengarkan atau membaca, dan mencatat. Ini karena proses berpikir ya terjadi berulang-ulang. Mulai dari mendengarkan/membaca, mencatat, mereview, menulis, mengedit sampai akhirnya jadi tulisan. Ini bermanfaat dalam jangka panjang, untuk mencegah penuaan dan menurunnya daya ingat di masa tua. Bukankah menulis bisa kita lakukan sampai umur berapapun?

Manfaat lainnya adalah menulis sebagai jembatan ilmu atau informasi. Artinya kita bisa menyampaikan suatu pengetahuan yang berasal dari orang lain atau dari pengalaman kita sendiri, agar bisa menjadi inspirasi bagi orang lain.

Sangat menyenangkan bila sesuatu yang saya share ternyata bisa menginspirasi orang lain, padahal menurut saya itu hal yang “biasa saja”. Sama juga kadang saya sangat terinspirasi dengan suatu ide, dan setelah saya share, eh ternyata responnya biasa-biasa saja 😊.

Tentu saja bukan repson atau like yang kita harapkan, tapi seberapa manfaat yang bisa kita berikan. Dan yang terpenting adalah niatnya. InsyaAllah bila kita berniat berbagi pengetahuan atau inspirasi bagi orang lain, pasti akan dibalas kebaikan oleh Allah. Kalau sekedar cari sensasi atau like yang banyak, tentu saja lebih mudah dengan sebar gosip 😁

“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya” (Al Hadits).

Pemimpin itu Dilahirkan atau Dididik?

Oleh: AM. Sadat

Banyak pendapat mengenai hal ini. Saya tidak akan berdebat mengenai teori tapi akan berbagi pengalaman saya pribadi.

Pada dasarnya ada yang namanya bakat kepemimpinan. Ada anak-anak yang sejak dini sudah sangat kelihatan bakatnya dalam memimpin, dan cenderung dominan serta memiliki kepercayaan diri yang tinggi. Biasanya anak seperti ini bila mendapatkan pendidikan yang tepat dan kesempatan serta pengalaman yang mendukung akan lebih mudah untuk menjadi pemimpin, dalam bidang apapun yang ditekuninya. Namun sebaliknya bila salah didikan, dia akan jadi seorang yang keras kepala dan suka memaksakan kehendaknya sendiri.

Lalu bagaimana dengan anak yang tidak dilahirkan sebagai pemimpin seperti contoh di atas? Apakah dia tetap bisa menjadi pemimpin? Jawabannya bisa, dan ada contohnya, yaitu saya sendiri.

Pada saat kecil saya adalah seorang anak yang pendiam, pemalu, penakut dan tidak berani mengambil resiko. Semua orang yang mengenal saya sampai usia SMP pasti tahu apa yang saya maksudkan. Banyak diantara mereka yang bahkan tidak kenal saya saking pendiamnya saya. Dulu bahkan saya sangat minder dalam pergaulan sehingga banyak sekali teman masa kecil saya yang tidak mengenal saya, saking tidak populernya.

Ayah sayalah yang selalu mendorong kami, anak-anaknya, untuk berkembang, dan berani mengambil peran sebagai pemimpin. Singkat cerita saya babak belur belajar menjadi pemimpin selama di SMA dan kuliah, dan Alhamdulillah sekarang bisa dan pernah memimpin beberapa perusahaan.

Sampai sekarang saya masih belajar – dan merasa masih sulit dan tertantang untuk – menjadi pemimpin yang baik. Bisa jadi akan lebih mudah untuk saya menjadi pemimpin yang baik dan kuat, atau mungkin pencapaian saya akan lebih bagus dari sekarang , seandainya saja saya memiliki bakat alami sebagai pemimpin. Namun apapun itu saya mensyukuri semua yang saya dapatkan, termasuk semua prosesnya.

Jadi menurut saya, proses mengembangkan diri menjadi pemimpin itu adalah kuncinya. Latihan, kesulitan, hambatan dan semangat untuk terus maju itu yang membuat seseorang bisa menjadi pemimpin. Apalah artinya seseorang punya bakat, tapi tidak pernah berkesempatan untuk mengasahnya dalam kehidupan sehari-hari.

Saya belum pernah menemukan seorang pun, yang misalnya memiliki bakat sebagai atlet sejak lahir, tidak pernah latihan, dan tiba-tiba waktu dewasa latihan sebentar langsung jadi juara dunia.

Semua juara di suatu bidang, baik seorang atlet misalnya, mereka pasti – lepas dari memiliki bakat alami atau tidak, harus latihan secara disiplin, bertahan-tahun, mengikuti berbagai kejuaraan, mengalami banyak kegagalan dan tetap maju, hingga suatu saat ada momentum yang membuatnya menjadi juara.

Demikian juga dengan pemimpin.

Jawaban Istikharah Melalui Mimpi?

Oleh: AM. Sadat

Mas, saya sudah istikharah, tapi kok masih belum mimpi juga ya?

Banyak sekali orang yang beranggapan bahwa kalau kita melakukan shalat istikharah maka kita akan mendapatkan petunjuk melalui mimpi, seperti dalam kisah Nabi Yusuf. Sayangnya kita bukan Nabi Yusuf, dan tidak ada juga dalilnya bahwa kalau kita Shalat Istikharah maka akan mendapatkan petunjuk melalui mimpi.

Saya termasuk orang yang tidak pernah mendapatkan isyarat melalui mimpi, bahkan lebih sering mimpi saya isinya gak karu-karuan, dan sulit mengartikannya. Untungnya saya gak pernah ke dukun untuk mengartikan mimpi-mimpi yang aneh tersebut 😁

Ada lagi yang lain, Shalat Istikharah dan kemudian membuka Al Qur’an, dan membaca arti ayat yang muncul di halaman atau baris tertentu misalnya, dan mengartikannya sebagai petunjuk. Padahal cara seperti ini juga tidak ada tuntunannya, walaupun tidak ada larangannya juga. Yang pasti memang Al Qur’an adalah petunjuk hidup, jadi ya boleh-boleh saja mengartikan ayat yang kita baca sebagai petunjuk yang kita dapat.

Apa dalilnya Shalat Istikharah?

“Jika salah seorang di antara kalian berniat dalam suatu urusan, maka lakukanlah shalat dua raka’at yang bukan shalat wajib, kemudian berdoalah…”. (HR. Al-Bukhari)

Hadits di atas simpel saja ya, kalau kita punya keperluan (atau bisa jadi bingung menentukan pilihan) kita diminta untuk shalat dua rakaat dan berdoa. Intinya kita diminta untuk berserah diri kepada Allah, dan yakin bahwa Allah akan memberikan petunjuk dengan cara-Nya.

Bila hati kita ikhlas, dan yakin bahwa Allah akan menunjukkan jalan, maka InsyaAllah kita akan menemukan jalan. Yang terbaik. Sesuai petunjuk Allah. Entah lewat suatu jalan yang tahu-tahu terbuka dan dimudahkan, pertolongan tiba-tiba dari orang lain, atau…. Melalui mimpi. Jadi kuncinya adalah yakin bahwa Allah akan memberikan petunjuk dan pertolongan. InsyaAllah pertolongan itu akan datang, sesuai janji-Nya.

Kisah Sepeda dan Anak Manja

Oleh: AM. Sadat

Ini kejadian dulu sekali.

Suatu ketika saya melihat seorang pekerja kami berangkat ke tempat kerjanya naik sepeda, padahal biasanya naik motor. Ini terjadi sampai beberapa minggu. Sampai akhirnya karena penasaran, saya menanyakan ke yang bersangkutan, kenapa kok sekarang naik sepeda, ke mana motornya?

Jawabannya cukup membuat saya kaget. Ternyata motornya dipakai anaknya yang masih SMA ke sekolah, yang katanya merengek minta dibelikan motor, karena teman-temannya pada naik motor, dan tempat sekolahnya jauh – ya kira-kira sama jauhnya dengan tempat kerja si Bapak. Karena kasihan, dan juga karena desakan istrinya, si Bapak merelakan motornya dipakai si anak, dan dia mengalah pakai sepeda ke tempat kerja. Oya, tentu saja anaknya belum punya SIM.

Saya langsung protes karena menurut saya tidak seharusnya dia mengalah begitu dan bahwa hal seperti ini tidak mendidik. Akan lebih baik bila anaknya diberi pengertian bahwa biarpun temannya memakai motor bukan berarti dia harus ikut-ikutan. Tapi sayangnya si Bapak ini tetap pada pendiriannya, di mana dia merasa bahwa tujuannya bekerja adalah membahagiakan keluarganya, dan ini adalah salah satu bentuknya. Sekilas ini seperti pengorbanan yang mulia dari seorang ayah. Tapi tetap saja saya tidak setuju karena menurut saya ini sama saja dengan tidak mengajarkan si anak rasa tanggung jawab. Juga tidak mengajarkan hidup sederhana, sesuai kemampuan.

Memanjakan anak seperti ini adalah tentang cara berpikir, bukan tentang seberapa mampu atau kaya si orang tua. Dulunya saya pikir orang tua yang memiliki kemapanan ekonomi saja yang akan cenderung memanjakan anak, dan sebaliknya, orang tua dengan keterbatasan ekonomi akan mendidik dengan “lebih benar”.

Ternyata banyak saya temui anak-anak dari keluarga kurang mampu yang juga dimanjakan oleh orang tuanya, dan kurang diajarkan kemandirian serta tanggung jawab. Kebiasaan yang bisa jadi akan menyulitkan kehidupan mereka kelak.

Di perusahaan, beberapa kali kami pernah memecat anak fresh graduate, yang masalah utamanya bukan pada kemampuan atau kecerdasannya, tapi pada kurangnya disiplin, tanggung jawab dan kemandirian. Dan betapa seringnya kita melihat teman-teman kita yang sangat cerdas, tapi karirnya biasa-biasa saja, terutama karena attitude-nya dalam bekerja yang kurang baik. Sebaliknya, teman-teman kita yang bagus karirnya bukan mereka yang paling cerdas, tapi paling bagus attitude-nya, bagus disiplin dan tanggung jawabnya.

Terlepas dari bagaimana pun status ekonomi seseorang, adalah tanggung jawab kita untuk mempersiapkan anak-anak kita menjadi pribadi yang mandiri dan bertanggung jawab, yang kelak akan menghadapi hidup mereka sendiri dengan percaya diri, karena pada suatu titik, kita tidak akan bisa mendampingi mereka lagi.

Si anak yang saya ceritakan di atas beberapa tahun kemudian pernah bekerja di perusahaan kami selama beberapa lama, tapi tidak bertahan, kontraknya tidak dilanjutkan karena hasil evaluasinya, yang bersangkutan kurang disiplin atau tepatnya banyak yang lebih disiplin dibanding dia. Saya tidak pernah mendengar kabarnya lagi setelah itu. Semoga sekarang dia sudah lebih disiplin dalam bekerja, dan mendapatkan pekerjaan yang baik.

Juara vs Mental Juara

Oleh: AM. Sadat

Beberapa waktu lalu anak saya Nabila (Bella) memenangkan lomba Showjumping kelas Junior di Porda Jabar. Dia mendapatkan 2 medali emas sekaligus, yaitu untuk tim dan Individu. Ini pertama kalinya dia ikut pertandingan multi event seperti ini dan Alhamdulillah berhasil meraih juara. Mudah-mudahan suatu ketika dia akan bisa mewakili Indonesia di ajang Internasional. Amin.

Di tengah euforia kemenangan, saya mengingatkan Bella tentang pentingnya memiliki mental juara, bukan sekedar menjadi juara.

Apa bedanya menjadi juara dan bermental juara?

Penting sekali seorang anak untuk merasakan momen sebagai juara atau pemenang, di bidang apapun. Mulai dari menjadi juara kelas, juara lomba cerdas cermat, menjadi ketua OSIS atau terpilih dalam tim tertentu di sekolah atau apapun. Yang penting momen prestasi itu bisa meningkatkan kepercayaan diri.

Kurangnya kepercayaan diri akan berakibat si anak akan terus mencari apapun yang membuat dirinya merasa berharga dan diakui. Proses pencarian pengakuan ini kadang bisa berujung pada pergaulan yang buruk atau kenakalan remaja. Bayangkan kalau seorang anak tidak pernah mendapatkan penghargaan dalam bidang apapun, nilai sekolahnya jelek-jelek pula, udah gitu masih jadi sasaran bully teman-temannya, dan di rumah masih di rendahkan oleh orang tuanya karena kekurangan-kekurangannya. Citra diri seperti apa yang dimiliki oleh si anak tentang dirinya?

Tapi selain mendapatkan momen juara, juga penting untuk menjadikan anak bermental juara. Memiliki mental juara artinya memiliki kepercayaan diri bahwa dia mampu. Mental gigih dan pantang menyerah, dan memiliki komitmen yang tinggi untuk mencapai hasil yang ditargetkan.

Menjadi juara adalah momen kemenangan, sementara mental juara adalah sikap mental. Cara berpikir. Mental juara ini akan terus dia bawa seumur hidupnya. Terus menyertai hidupnya di masa mendatang, sampai dia lulus kuliah, berkarir, berkeluarga dan mengasuh anak, dan seterusnya.

Apakah ada anak yang menjadi juara tapi tidak bermental juara? Ada. Menjadi juara di suatu kejuaraan bisa jadi karena banyak faktor. Bisa jadi keberuntungan, atau semata karena lawannya kebetulan kemampuannya di bawah dia. Demikian juga momen kekalahan, juga bisa terjadi karena banyak hal.

Orang yang tidak bermental juara akan gampang menyerah. Ambil kuliah ternyata kesulitan mengikuti pelajaran, lalu berhenti. Lalu ganti jurusan. Sudah ganti jurusan, gak cocok lagi, berhenti lagi, pindah lagi. Begitu kerja, gak cocok sama lingkungan lah, teman kerja lah, suasana kerja lah. Yang ujung-ujungnya sering pindah kerja tapi prestasinya gitu-gitu aja.

Atau ada masalah dalam perkawinan, langsung putus asa dan mau cerai. Bayangkan kalau pasangannya juga bermental pecundang, sebentar aja bubar deh perkawinannya.

Sangat penting untuk memiliki mental juara, karena mental juara itu akan terus kitab butuhkan, sementara menang atau kalah (baca: sukses atau kegagalan) akan selalu terjadi dalam hidup kita. Keberhasilan dan kegagalan sering kali tidak bisa kita kontrol, tapi memiliki mental juara akan membuat kita bangkit setiap kali kita mengalami kegagalan.

Mari bantu anak-anak kita merasakan momen juara, dan yang terpenting pastikan bahwa mereka adalah juara di hati kita, apapun prestasi yang mereka dapatkan di sekolah atau di luar sana. Dan yang terpenting, selalu ajarkan mereka agar bermental juara, agar bisa menjadi juara kehidupan. Di kehidupannya kelak.

Kami rindu padamu ya Rasul 🤲

Oleh: AM. Sadat

Suatu ketika berkumpullah Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam bersama sahabat-sahabatnya yang mulia. Di sana hadir pula sahabat paling setia, Abu Bakar ash-Shiddiq. Kemudian terucap dari mulut baginda yang sangat mulia: “Wahai Abu Bakar, aku begitu rindu hendak bertemu dengan ikhwanku (saudara-saudaraku).”

Suasana di majelis itu hening sejenak. Semua yang hadir diam seolah sedang memikirkan sesuatu. Lebih-lebih lagi Sayidina Abu Bakar, itulah pertama kali dia mendengar orang yang sangat dikasihinya melontarkan pengakuan demikian.

“Apakah maksudmu berkata demikian, wahai Rasulullah? Bukankah kami ini saudara-saudaramu?”Abu Bakar bertanya melepaskan gumpalan teka-teki yang mulai memenuhi pikiran.

“Tidak, wahai Abu Bakar. Kamu semua adalah sahabat-sahabatku.” Suara Rasulullah bernada rendah.

“Kami juga saudaramu, wahai Rasulullah,” kata seorang sahabat yang lain pula. Rasulullah menggeleng-gelangkan kepalanya perlahan-lahan sambil tersenyum. Kemudian Baginda bersabda,

“Saudara-saudaraku adalah mereka yang belum pernah melihatku tetapi mereka beriman denganku, dan mereka mencintai aku melebihi anak dan orang tua mereka. Mereka itu adalah saudara-saudaraku dan mereka bersama denganku. Beruntunglah mereka yang melihatku dan beriman kepadaku dan beruntung juga mereka yang beriman kepadaku sedangkan mereka tidak pernah melihatku.”

Menangis saya membaca hadits di atas 😢

Akankan kita termasuk ikhwannya Rasul seperti dimaksud? Akankah kita termasuk orang yang dirindukan Nabi seperti di atas? 😭

Ya RasullAllah, kami rindu padamu. Ya NabiyAllah, kami ingin bertemu denganmu. Ya Allah jadikanlah kami saudaranya Rasulullah.

Ya Nabi salam alaika.
Ya Rasul salam alaika
Ya Habib salam alaika
Shalawatullah alaika

Selamat menyambut kelahiran Nabi Muhammad 😢

Umpan yang Diabaikan

Oleh: AM. Sadat

Salah satu yang kita harapkan dalam pernikahan adalah komunikasi yang baik. Kita berharap pasangan kita menjadi teman diskusi dalam banyak hal. Ini naluriah.

Dalam berinteraksi, sering kali salah satu pasangan berusaha membuka topik pembicaraan. Ini kita sebut sebagai umpan komunikasi. Umpan tersebut sering kali bukan sesuatu yang “penting” atau menarik bagi pasangannya. Namun ternyata cara kita menanggapi umpan tersebut sangat menentukan seberapa puas kita dalam hubungan pernikahan kita.

Sebagai contoh, seorang suami yang gemar otomotif (sementara istrinya tidak), bisa jadi memulai pembicaraan dengan umpan semacam: “Wah Porsche sudah ngeluarin varian baru nih… ”

Respon si istri bisa jadi semacam:
a. Wah aku lupa mau pesan beras ke toko sebelah. Aku mau beli dulu ya (terus nyelonong pergi)
b. Oya? Trus kenapa? Emang kita mau beli? Mobil yang ada aja udah lama gak ganti! (sambil mencibir)
c. Hmmm, ya. Ok. Bagus…. (sambil tetap scrolling Facebook feed, atau baca grup WA).

Respon a (disebut respon pasif destruktif) dan b (aktif destruktif) jelas akan menimbulkan bencana. Minimal menghentikan diskusi seketika, merusak suasana, dan menurunkan mood untuk bicara lebih lanjut. Bila sering terjadi, bisa dipastikan si suami akan kapok ngomong soal ini lagi. Dan lama-lama hanya ngomong sama istrinya kalau ada hal yang penting-penting saja. Awal dari memburuknya komunikasi suami istri.

Tapi sering kali kita juga hanya merespon dengan cara c (pasif konstruktif). Asal merespon, dan seringkali sambil lalu, bahkan seringkali sambil tetap sibuk dengan HP atau TV. Atau lainnya.

Tapi ada cara terbaik untuk meresponnya, disebut aktif konstruktif, yaitu respon semacam: Oya? Apa namanya? Mana gambarnya? Apa kelebihannya? Dan semacamnya. Sambil dia menghentikan sejenak apa yang dilakukannya dan berusaha menunjukkan minatnya.

Intinya sang istri berusaha memberikan perhatian dan respon yang baik, karena dia tahu suaminya suka mobil. Walaupun menurutnya topik soal mobil sangat membosankan dan dia tidak pernah bisa mengerti. Walaupun dia tahu suaminya tidak akan pernah bisa membelikannya Porsche.

Tentu saja hal yang sama juga berlaku buat suami. Ini kebiasaan yang harus dilakukan secara mutual, tidak bisa bila hanya salah satu pihak saja yang komit melakukannya.

Dalam pernikahan pasti banyak tekanan yang timbul, mulai pekerjaan, ekonomi, anak-anak, teman, mertua dan sebagainya. Namun bila kita selalu berusaha menanggapi umpan komunikasi dari pasangan dengan baik, maka itu sudah sangat cukup untuk meringankan tekanan dan meningkatkan kualitas hubungan.

Dan sebaliknya, kebiasaan merespon dengan tidak empatik, cepat atau lambat, hanya akan membuat hubungan berada dalam spiral menurun yang pada akhirnya akan membahayakan perkawinan itu sendiri.

Para ahli juga sepakat bahwa komunikasi yang baik antara suami istri akan meningkatkan keharmonisan. Mereka berpendapat bahwa “foreplay” terbaik adalah komunikasi suami istri yang memuaskan emosi masing-masing pihak. Dan terbukti bahwa komunikasi yang buruk merupakan penyebab terbesar menurunnya minat seksual suami istri.

Biaya Produktif dan Biaya Konsumtif

Oleh: AM. Sadat

Disiplin dalam mengalokasikan dan membelanjakan uang adalah salah satu hal yang harus selalu dikerjakan pengusaha. Disiplin dalam membedakan mana belanja produktif dan mana belanja konsumtif. Mana yang benar-benar bermanfaat bagi bisnis dan mana yang tidak.

Dulu. Seorang teman yang baru saja berbisnis dan cukup sukses tahu-tahu membeli mobil mewah. Buat jaga image katanya. Setelah diskusi panjang ternyata mobil tersebut dibiayai dengan pinjaman, yang harus dia bayar melalui kas perusahaannya. Saya protes, karena menurut saya belum waktunya dia beli mobil semahal itu. Kecuali kalau dia bisa beli tunai tanpa membebani operasional perusahaannya sama sekali.

Banyak usaha yang baru tumbuh akhirnya jadi kelimpungan karena harus membiayai nafsu si pemilik. Baru sukses sedikit saja sudah beli mobil, gadget, rumah, atau hal-hal yang sangat tersier. Atau apapun yang kelihatannya produktif, tapi sebenarnya bisa dihindari. Misalnya kantor yang lebih bagus, atau investasi peralatan yang sebenarnya bisa lebih efisien dengan sewa.

Hal-hal seperti ini pada akhirnya akan menimbulkan penyakit dengan gejala kekeringan cashflow. Bisa jadi penjualan besar tapi kas tipis. Keuntungan perusahaan tergerus beban cicilan karena belanja barang yang tidak produktif seperti di atas.

Biaya-biaya yang kurang produktif – apalagi yang konsumtif – hanya boleh dilakukan dengan syarat: kita bisa membelinya secara tunai tanpa membebani perusahaan. Artinya uang itu sudah bisa kita keluarkan dari kas perusahaan dan tanpa mengganggu jalannya perusahaan sama sekali. Sedikitpun (Perkara belinya beneran tunai atau nyicil, itu masalah lain).

Sementara bila kesalahan pengelolaan cashflow sudah terlanjur terjadi, maka harus segera diperbaiki – tanpa menunggu masalah yang lebih besar timbul. Segera mengurangi beban yang tidak perlu dan tanpa gengsi memotong semua pengeluaran yang tidak berkontribusi apapun terhadap kesehatan perusahaan dan membebani keuangan perusahaan.

Oya teman saya di atas akhirnya terpaksa menjual mobil mewahnya setahun kemudian, juga membatalkan pembelian kantor yang tidak perlu. Tapi Alhamdulillah bisnisnya selamat sampai sekarang.

Hidup di bawah Kemampuan

 

Oleh: AM. Sadat

Salah satu syarat menjadi pengusaha adalah kemauan untuk hidup di bawah kemampuan. Artinya biaya hidup harus ditekan seminimal mungkin, dan jauh (bahkan jauh sekali) di bawah kemampuan kita. Di bawah kemampuan perusahaan.

Memang tidak ada patokan khusus tentang seberapa banyak atau berapa maksimalnya, tapi prinsipnya adalah, karena berbisnis tidak pernah ada kepastian, di mana sewaktu-waktu ada kemungkinan bisnis kita tidak lancar atau jatuh, maka bila terjadi hal demikian seharusnya tidak sampai mempengaruhi gaya hidup kita. Artinya ya gaya hidup kita tetap saja jalan seperti biasa.

Hal ini bisa terjadi hanya jika kita menetapkan batasan bahwa biaya hidup tahunan kita adalah sebesar nilai tertentu, sehingga kalaupun terjadi sesuatu pada bisnis kita, maka kita tetap bisa bertahan hidup dengan gaya hidup yang sama selama 2 atau 3 tahun. Dengan asumsi dalam kurun waktu tersebut kita bisa menormalkan situasi usaha.

Salah satu prinsipnya lagi adalah gaya hidup ini tidak meningkat seiring dengan pendapatan, karena sebagai pengusaha kita tidak pernah bisa menjamin bahwa di masa-masa mendatang pendapatan kita akan terus meningkat. Jadi biaya hidup harus tetap sama walaupun ada kenaikan pendapatan. Dan hanya bila pada keadaan tertentu saja dilakukan penyesuaian, misalnya bila menyesuaikan dengan kebutuhan sekolah anak dan sebagainya.

Sepertinya mudah, tapi tidak. Banyak pengusaha – khususnya pemula – yang gagal menjalankannya. Dan sayangnya, bila terjadi suatu masalah dalam bisnisnya, maka mau tak mau dia harus menyesuaikan gaya hidupnya secara drastis, dan seringkali menimbulkan efek samping berupa stres yang berlebihan, yang tidak hanya dialami oleh yang bersangkutan, tapi juga berimbas pada istri dan anak-anaknya.

Cita-Cita Sebagai Pengusaha

Oleh: AM. Sadat

Sekitar dua puluh lima tahun lalu, saat saya masih SMA atau kuliah, kalau ditanya tentang cita-cita, saya bilang kalau saya mau jadi pengusaha. Dan saya sering mendapat pandangan aneh dari si penanya, karena bercita-cita jadi pengusaha pada jaman itu seperti sesuatu yang “tidak lazim”. Hampir semua teman saya bercita-cita untuk jadi apapun, kecuali pengusaha.

Meskipun belum jelas mau jadi pengusaha apa, cita-cita dan keinginan tersebut mendorong saya untuk selalu berpikir sebagai pengusaha, sehingga saya berusaha mengembangkan ketrampilan dan pengalaman – apapun – untuk menjadi pengusaha. Padahal pada saat itu belum seperti sekarang, training motivasi atau informasi tentang “how to be an entrepreneur” masih sangat langka.

Dalam perjalanannya tidak ada bisnis yang berhasil saya bangun sejak sekolah atau kuliah. Beberapa bisnis yang saya rinstis kebanyakan kandas karena berbagai sebab. Namun saya berhasil mendapatkan pengalaman yang cukup banyak. Dari pengalaman jualan, presentasi, berinteraksi dengan orang, juga dari seminar dan pelatihan saat menjadi member MLM, juga saat bekerja sebagai Account Officer selepas kuliah.

Saya baru benar-benar jadi pengusaha betulan saat berusia 26 tahun di tahun 1998, tiga tahun setelah lulus kuliah.

Belakangan ini saat berkesempatan sharing ke pelajar dan mahasiswa – seringkali bicara soal kewirausahaan – saya melihat banyak sekali anak-anak jaman now yang bercita-cita menjadi pengusaha, bahkan sebagian sudah memulai bisnisnya sejak sekolah atau kuliah. Hebat sekali. Hal yang sangat langka waktu jaman saya sekolah dulu.

Kesempatan ini terbuka begitu luas bagi mereka berkat keterbukaan informasi dan perubahan paradigma masyarakat yang menganggap menjadi pengusaha (pengusaha kecil sekalipun) adalah merupakan pilihan karir yang layak dipertimbangkan, bagi orang-orang tertentu.

Tentu saja ini fenomena hang bagus sekali dan harus dipupuk, karena pada gilirannya akan memperbanyak populasi pengusaha di Indonesia, membuka banyak lapangan pekerjaan dan akan berkontribusi besar bagi perkembangan ekonomi di masa mendatang. Semoga.

Keterangan foto: Makan siang bersama mas Donny Kris (Owner Malang Strudel) dan mas Rosihan (Ketua TDA 3.0). Agustus 2018

Kebahagiaan karena Kesenangan, dan Kebahagiaan karena Ketenangan

Oleh: AM. Sadat

Pada dasarnya kebahagiaan bersumber dari dua hal, yang pertama adalah kebahagiaan karena Kesenangan. Yang kedua adalah kebahagiaan karena Ketenangan.

Kebahagiaan karena kesenangan adalah kebahagiaan karena hal-hal yang kita miliki, yang sifatnya duniawi. Misalnya kita memiliki harta yang cukup, atau bisa memiliki apapun yang kita mau, bisa pergi ke manapun yang kita inginkan, atau melakukan apapun yang menyenangkan. Memiliki kedudukan, juga kesehatan dan lain sebagainya.

Atau, memiliki sesuatu yang sepertinya bukan sekedar duniawi, misalnya memiliki istri shalihah, anak-anak yang baik, shalih dan berbakti. Namun semua kebahagiaan karena kesenangan itu sifatnya hanya sementara, atau selama kita hidup di dunia.

Ada satu lagi kebahagiaan yang bersumber dari ketenangan, yaitu kebahagiaan yang muncul dari kedekatan kita kepada Allah. Hal ini hanya akan terjadi kalau kita bisa menyerahkan hati, juga hidup dan mati kita, semuanya tanpa kecuali, hanya kepada Allah. Ketenangan kita bergantung sepenuhnya hanya kepada kedekatan kita kepada-Nya.

Bila sumber kebahagiaan utama kita adalah ketenangan hati karena kedekatan kita kepada Allah, maka kebahagiaan lainnya bukanlah sesuatu yang besar. Kita bisa jadi bahagia dengan apapun yang kita miliki, atau sedih karena tidak memiliki apa yang kita inginkan, tapi kita yakini bahwa semua hanya berasal dari Allah semata, dan bahwa Allah bisa sewaktu-waktu dengan mudah memberi atau mencabutnya dari kita.

Harta bisa hilang sewaktu-waktu, sakit bisa datang kapanpun, anak shalih bisa saja jadi durhaka, suami setia bisa kabur ke perempuan lain, dan sebagainya.

Bila sumber kebahagiaan kita adalah ketenangan karena dekat dengan-Nya, semua kesenangan atau kesedihan itu tidak akan terlalu berat di hati.

Hmmm. Mudah diucapkan, sulit dijalankan. Tapi mudah-mudahan jadi penginagt bagi kita bahwa semuanya adalah dari Allah SWT.

“Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenang dengan berzikir (mengingat) Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang” (QS ar-Ra’du:28).

Perkawinan Awet dan Bahagia, apa ciri-cirinya?

Oleh: AM. Sadat

Berbagai penelitian menyimpulkan bahwa perkawinan yang langgeng dan bahagia minimal memiliki kesamaan ciri-ciri sebagai berikut:

1. Saling menghormati (Respect). Artinya kedua belah pihak saling menghormati satu sama lain, saling menjaga perasaan masing-masing, dan saling bersyukur atas kehadiran pasangannya dalam hidupnya. Banyak perkawinan yang tidak bertahan yang ditandai dengan ciri sebaliknya, yaitu hilangnya respek diantara keduanya. Sehingga muncul tindakan mencari-cari kesalahan pasangan, dan saling menyerang, bahkan kadang secara terbuka. Saya tidak pernah menemukan pasangan yang salah satu atau keduanya saling merendahkan dan menyerang secara terbuka, dan tetap bahagia.

2. Saling berbuat baik (Kindness). Termasuk bermurah hati pada pasangan. Ini bukan tentang memberikan hadiah mahal atau semacamnya, tapi kemauan untuk saling memahami perasaan dan sudut pandang masing-masing. Bukan berarti mereka tidak pernah bertengkar, tapi pada saat bertengkar, bukan kemenangan atau kepuasan ego yang dicari kedua belah pihak, tapi titik temu berupa kemauan untuk menjelaskan dan memahami sudut pandang yang lain.

Bagaimana dengan cinta, kecantikan, kekayaan, atau lainnya? Bisa jadi hal-hal itu menentukan kebahagiaan juga, tapi kedua ciri di atas adalah yang minimal harus dimiliki oleh semua pasangan yang awet. Dan bahagia.

Semoga kita semua dikaruniai perkawinan yang langgeng dan bahagia. Dunia dan akhirat. Amin.

Keterangan foto: Perayaan 20 tahun pernikahan kami, 30 Oktober 2018. Semoga menjadi keluarga sakinah, mawaddah, warahmah. Dunia dan akhirat. Amin

Zakat dan Sedekah. Mana yang utama?

Oleh: AM. Sadat

Saya agak kaget mendengar dari seorang teman, bahwa lebih banyak orang yang senang bersedekah dibanding bayar zakat harta/zakat maal, padahal zakat itu wajib dan sedekah itu sunnah.

Konon hal ini terjadi salah satunya karena salahnya para da’i (hehe), dimana yang selama ini banyak dipromosikan oleh mereka adalah agar kita gemar bersedekah, senantiasa memperbanyak sedekah, dan agar jangan ragu-ragu memberikan sedekah terbaik kita, karena pasti akan diganti oleh Allah, segera dalam jumlah berkali-kali lipat, tunai dan gak perlu nunggu sampai di akhirat nanti.

Sementara untuk pembayaran zakat harta, konon potensi yang berhasil dikumpulkan oleh para amil zakat di seluruh Indonesia jumlahnya hanya berkisar 2% saja dari potensi yang seharusnya. Yaitu hanya sekitar 5,2 Trilyun dari potensi 286 Trilyun. Miris!. Memang ada kemungkinan sebagian zakat disalurkan langsung kepada tang berhak dan bukan melalui amil zakat resmi. Namun terus terang saya agak pesimis jumlah yang disalurkan langsung tanpa lewat amil zakat mencapai 98%-nya atau setara 280 Trilyun. Bisa jadi kalau tiap tahun disalurkan zakat maal sebesar itu, kemiskinan di Indonesia sudah berkurang banyak sekali, minimal sudah tidak ada kasus gizi buruk atau kelaparan, tidak ada anak yang tidak bisa sekolah karena ketiadaan biaya, dan tidak ada orang yang sakit dan terlantar karena tidak memiliki biaya berobat.

Apakah ini terjadi karena kurangnya iming-iming duniawi dari pahala zakat? Wallahu a’lam.

Ingat, zakat maal adalah kewajiban (bila harta kita sudah mencapai nishab), sama seperti kewajiban shalat dan puasa. Zakat itu seperti keharusan kita buang air (serius!), yang kalau tidak kita lakukan, atau tidak tuntas, akan menimbulkan penyakit. Mari berzakat. Agar tidak penyakitan. Agar harta kita yang tersisa tetap sehat, bahkan makin sehat.

Bila kita menunaikan zakat Lillahi Ta’ala, semata karena Allah, maka yakinlah Allah pasti akan membalasnya berkali-kali lipat, bahkan lebih banyak dari pahala sedekah yang sunnah. Oya, ganjarannya juga tunai lho, dan InsyaAllah soal ini, saya sudah membuktikannya sendiri. Walhamdu Lillah.

Mari berzakat harta dan bersedekah. Tetap dengan motto: biar banyak, yang penting ikhlas.

Pengalaman Kerja 10 tahun atau 10 kali 1 tahun?

Oleh: AM. Sadat

Sama-sama sudah bekerja 10 tahun, tapi bisa beda pengalaman. Ada orang yang pengalamannya benar-benar 10 tahun, tapi ada juga yang sebenarnya pengalamannya cuma 1 tahun, kali sepuluh.

Orang yang memiliki pengalaman 10 tahun artinya dia betul-betul mengalami peningkatan selama masa kerjanya, baik dalam hal pengetahuan atau kebijaksanaan (dan biasanya otomatis karirnya juga) sehingga pengalaman 10 tahun itu ya memang harus dilalui selama 10 tahun, tidak bisa di-bypass dalam 1 tahun.

Dan sebaliknya, orang yang memiliki pengalaman 1 tahun sebanyak sepuluh kali pada dasarnya hanya mengulang-ulang saja tahun yang sama selama 10 tahun pekerjaannya, pengalaman yang dia dapat sebenarnya bisa didapat dengan 1 tahun kerja saja.

Walaupun ini contoh yang ekstrem, tapi bisa saja terjadi. Mungkin dalam 10 tahun kerja cuma setara dengan 2 tahun, atau 5 tahun dan seterusnya. Dalam 10 tahun, kemampuan dan kebijaksanaannya tidak banyak berubah. Orang seperti ini bisa jadi terjebak dalam zona nyaman, atau memang sudah mentok kemampuannya.

Di dalam organisasi, pegawai seperti ini biasanya akan bisa bertahan hanya bila perusahaan dalam kondisi bagus. Namun dalam kondisi yang tidak baik, biasanya orang seperti ini yang akan menjadi sasaran PHK lebih dulu.

Pebisnis yang hanya mengulang tahun demi tahun, maka bisa dipastikan bisnisnya akan begitu-begitu saja, kalaupun ada pertumbuhan biasanya lebih karena situasi ekonomi atau industri yang membaik, sehingga bisnisnya ikut membaik, tapi saat kondisi ekonomi atau industri memburuk, bisa jadi bisnisnya turun, atau bahkan kolaps.

Bagaimana dengan kita, apakah kita benar-benar mendapatkan akumulasi pengalaman 10 tahun selama 10 tahun terakhir, atau cuma mengulang-ulang saja 1 tahun selama 10 kali?